Fokus pada Pertolongan Allah: Ad Dhuha Ayat 7-8

Surah Adh-Dhuha adalah surat yang sangat menghibur, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW di saat-saat kesedihan dan jeda wahyu. Setelah mengingatkan tentang nikmat-nikmat yang telah Allah berikan (seperti penjagaan dan petunjuk), surat ini berlanjut dengan penekanan tentang keagungan rahmat dan pemeliharaan-Nya, terutama dalam dua ayat terakhirnya, yaitu ayat 7 dan 8.

Teks dan Terjemahan Ayat 7 dan 8

Dua ayat ini seringkali menjadi penutup yang kuat dalam rangkaian surat, menegaskan janji Allah SWT untuk selalu ada di saat kebutuhan terbesar kita.

وَاَلَّ بِنِيْكَ فَقَدَّىٰ (7) وَوَجَدَكَ عَآَىَلَّا (8)
Dan Dia mendapati kamu miskin, lalu Dia mengkayakan (8).
Dan Dia mendapati kamu sebagai seorang yang membutuhkan, lalu Dia mencukupi (7).

(QS. Adh-Dhuha: 7-8)

Penyingkapan Kebutuhan dan Kekayaan Hakiki

Ayat 7 dan 8 Surah Adh-Dhuha adalah dua pilar utama dalam memahami konsep pertolongan dan pemeliharaan Allah (Rifq). Dalam konteks turunnya surat ini, Allah mengingatkan Nabi Muhammad SAW tentang kondisi beliau sebelum diangkat menjadi Nabi. Terdapat beberapa tafsiran mengenai kata "miskin" atau "membutuhkan" dalam ayat ini, namun intinya merujuk pada kondisi kekurangan atau kebergantungan penuh kepada Allah.

Ayat 7: "Dan Dia mendapati kamu sebagai seorang yang membutuhkan, lalu Dia mencukupi."

Ayat ini berbicara tentang kecukupan materiil dan spiritual. Sebelum kenabian, Nabi Muhammad SAW adalah seorang yatim piatu yang kemudian diasuh oleh pamannya, Abu Thalib. Kehidupan beliau penuh perjuangan, termasuk menggembala domba. Allah, melalui ayat ini, menegaskan bahwa Dia melihat kondisi kerentanan tersebut dan kemudian melimpahkan kecukupan. Kecukupan ini tidak hanya berarti harta, tetapi juga dukungan emosional, perlindungan dari bahaya, dan yang terpenting, anugerah kenabian itu sendiri.

Kekayaan yang Sejati

Ayat 8: "Dan Dia mendapati kamu miskin, lalu Dia mengkayakan."

Beberapa mufassir menafsirkan bahwa "mengkayakan" (fa-aghna) di sini merujuk pada kekayaan yang paling hakiki: kekayaan jiwa dan kedudukan mulia. Allah mengkayakan hati Nabi dengan ilmu, wahyu, dan kepastian iman. Meskipun di awal dakwah beliau menghadapi penolakan keras dan kesulitan ekonomi, Allah telah menjamin masa depan beliau dan umatnya. Kekayaan yang diberikan Allah jauh melampaui harta benda; ia adalah kekayaan spiritual yang menjadikan jiwa tenang dan teguh.

Pesan mendasar dari ayat 7 dan 8 ini adalah validasi terhadap setiap kesulitan yang dihadapi hamba-Nya. Jika Allah telah memelihara dan mencukupi Nabi Muhammad SAW dari kondisi terendah menuju puncak kemuliaan, maka sudah pasti Dia akan melakukan hal yang sama bagi umatnya yang sabar dan bertawakal.

Implikasi Spiritual dalam Kehidupan Modern

Bagi seorang Muslim di era modern, ayat ini adalah pengingat kuat bahwa ketergantungan kepada makhluk adalah kemiskinan sejati. Ketika kita merasa kesulitan, baik finansial, emosional, maupun spiritual, kita diingatkan untuk kembali kepada sumber segala kecukupan.

  1. Pengakuan Ketergantungan: Menyadari bahwa kita selalu berada dalam posisi "membutuhkan" di hadapan keagungan Allah adalah langkah awal menuju ketenangan.
  2. Harapan di Tengah Kesulitan: Sama seperti jeda wahyu yang menyakitkan bagi Nabi, kesulitan hidup kita saat ini bukanlah akhir segalanya, melainkan jeda sebelum pertolongan dan kecukupan dari-Nya datang.
  3. Kekayaan Hati: Fokus pada bersyukur atas apa yang dimiliki dan ridha atas ketetapan Allah adalah bentuk kekayaan spiritual yang menjanjikan kedamaian abadi.

Surah Adh-Dhuha, khususnya ayat 7 dan 8, berfungsi sebagai penyuntik semangat dan jaminan keamanan ilahiah. Pesan utamanya tegas: Allah tidak akan pernah meninggalkan hamba-Nya dalam keadaan hina atau membutuhkan tanpa memberikan jalan keluar yang mulia.

Kecukupan Ilahi

Ilustrasi visualisasi pertolongan dan kecukupan Allah.

🏠 Homepage