Adab di Atas Ilmu Menurut Imam Nawawi

Ilmu dan Adab Bergambar Ilmu ⚖️ Adab

Dalam perjalanan mencari ilmu, terutama dalam tradisi keilmuan Islam, terdapat sebuah prinsip fundamental yang sering ditekankan oleh para ulama besar: adab di atas ilmu. Prinsip ini tidak hanya sekadar formalitas, tetapi merupakan fondasi utama keberkahan dan kemanfaatan ilmu yang diperoleh. Salah satu ulama yang sangat vokal dalam menekankan pentingnya adab adalah Imam Nawawi, seorang mujaddid (pembaharu) mazhab Syafi'i yang karyanya menjadi rujukan hingga kini.

Bagi Imam Nawawi, ilmu syar'i (agama) yang bermanfaat tidak hanya diukur dari seberapa banyak hafalan atau pemahaman tekstual seseorang, tetapi juga dari manifestasi akhlak dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Beliau melihat bahwa ilmu tanpa adab adalah ibarat pohon yang indah tetapi tanpa buah, atau bahkan bisa menjadi pedang yang berbahaya di tangan pemiliknya yang tidak beretika.

Mengapa Adab Lebih Utama dari Ilmu?

Imam Nawawi, dalam berbagai tulisannya, sering mengutip perkataan para salafus shalih (generasi terdahulu yang saleh) bahwa mereka mempelajari adab selama dua puluh tahun, dan mempelajari ilmu selama dua puluh tahun. Ini menunjukkan prioritas yang jelas. Ilmu adalah alat, sedangkan adab adalah cara penggunaan alat tersebut. Tanpa adab, alat yang paling tajam pun bisa melukai pemiliknya sendiri atau orang lain.

Adab mencakup sopan santun terhadap guru, kerendahan hati saat menerima ilmu, ketulusan dalam beramal, dan keikhlasan dalam menyampaikan kebenaran. Ketika seorang pencari ilmu memiliki adab yang baik, ia akan lebih mudah menerima hidayah dan ilmu akan tertanam dengan kokoh di hatinya. Sebaliknya, kesombongan intelektual atau kurangnya rasa hormat dapat menyebabkan ilmu menjadi bumerang.

"Ilmu tanpa adab adalah kesia-siaan, dan adab tanpa ilmu adalah kekosongan." – Sebuah pandangan yang sering dikaitkan dengan semangat ajaran Imam Nawawi.

Adab Terhadap Guru dan Sesama Penuntut Ilmu

Salah satu pilar utama adab dalam pandangan Imam Nawawi adalah penghormatan mutlak terhadap guru. Guru adalah wasilah (perantara) datangnya ilmu. Oleh karena itu, adab seorang murid tercermin dari cara ia memperlakukan gurunya. Ini meliputi tata krama dalam berbicara, mendengarkan dengan penuh perhatian, tidak mendahului berbicara, serta senantiasa mendoakan kebaikan bagi gurunya.

Selain kepada guru, adab juga ditunjukkan kepada sesama penuntut ilmu. Persaingan dalam menuntut ilmu haruslah dalam koridor positif, bukan iri hati atau saling menjatuhkan. Imam Nawawi mengajarkan bahwa seorang pencari ilmu harus memiliki sifat tawadhu (rendah hati) dan kasih sayang, menyadari bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Fungsi Adab dalam Menjaga Kemurnian Ilmu

Imam Nawawi menekankan bahwa adab di atas ilmu berfungsi sebagai penjaga kemurnian ilmu itu sendiri. Ilmu yang diperoleh harus diamalkan. Jika seseorang memiliki ilmu yang luas namun perilakunya buruk—seperti menyebarkan fitnah, berdebat kusir tanpa tujuan mencari kebenaran, atau sombong—maka ilmu tersebut dianggap tidak membawa berkah. Bahkan, amal perbuatan yang buruk dapat menghapus keberkahan ilmu.

Adab juga mewajibkan seorang alim untuk beramal sesuai dengan ilmunya. Inilah yang membuat ilmu tersebut hidup dan bermanfaat bagi orang lain. Ketika seorang penuntut ilmu memprioritaskan perbaikan akhlaknya seiring dengan peningkatan pengetahuannya, ia akan menjadi pribadi yang utuh, memberikan manfaat luas, dan dicintai oleh Allah serta manusia.

Penerapan Praktis Adab

Bagaimana kita menerapkan konsep ini dalam kehidupan modern? Penerapan adab ala Imam Nawawi sangat relevan. Ini berarti:

  1. Menjaga niat: Memastikan ilmu dicari semata-mata karena Allah SWT, bukan untuk pujian atau popularitas.
  2. Kesopanan digital: Bahkan dalam interaksi online, menjaga lisan dan tulisan dari ucapan kasar atau merendahkan.
  3. Kesabaran: Menerima kritik dengan lapang dada dan tidak cepat marah ketika pemahaman kita dipertanyakan.
  4. Kerendahan Hati: Mengakui batasan ilmu yang dimiliki dan selalu bersedia belajar dari siapapun.

Kesimpulannya, warisan pemikiran Imam Nawawi menegaskan bahwa ilmu adalah cahaya, namun adab adalah wadah yang menjaga cahaya itu agar tidak padam atau menyebar ke mana-mana tanpa kendali. Mencari ilmu tanpa adab adalah usaha yang setengah hati, sementara menggabungkan keduanya adalah kunci menuju keberhasilan sejati di dunia dan akhirat. Prioritaskanlah adab, maka ilmu akan mengalir dengan sendirinya.

🏠 Homepage