Surat Ad-Duha adalah surat ke-93 dalam urutan mushaf Al-Qur'an, yang tergolong dalam surat Makkiyah. Surat ini memiliki makna yang sangat menghibur dan menguatkan, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW pada saat-saat beliau mengalami jeda wahyu (fatratul wahyu) yang sempat membuat beliau merasa sedih dan khawatir. Membaca dan memahami surat ini memberikan ketenangan luar biasa, mengingatkan kita akan kasih sayang Allah yang tak terputus.
Berikut adalah bacaan lengkap Surat Ad-Duha ayat per ayat, memudahkan Anda untuk membaca, mengikuti, dan memahami maknanya.
Surat Ad-Duha adalah hadiah ketenangan yang sangat personal dari Allah SWT kepada Rasulullah SAW, dan melalui beliau, kepada seluruh umat Islam. Pembukaan surat ini dengan sumpah demi waktu dhuha (pagi hari setelah matahari meninggi seperempat perjalanan) dan malam yang sunyi menjadi penekanan betapa luasnya pengawasan dan kasih sayang Allah yang meliputi segala waktu dan keadaan.
Ayat kunci yang sering menjadi penawar kesedihan adalah ayat ketiga: "Maa wadda'aka rabbuka wa maa qalaa." Ini menegaskan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan Nabi-Nya. Pada masa jeda wahyu, keraguan bisa menyelinap, namun Allah langsung membantah semua kekhawatiran tersebut. Bagi seorang Muslim, ini adalah janji universal: dalam kondisi tergelap sekalipun, pertolongan Allah tidak pernah jauh.
Pesan berikutnya yang sangat membesarkan hati adalah jaminan dari Allah mengenai masa depan Nabi Muhammad SAW. Allah bersumpah bahwa bagian akhir (akhirat) akan jauh lebih baik daripada bagian awal (dunia). Dan yang paling indah, Allah berjanji akan memberikan karunia-Nya sehingga Rasulullah ridha (puas). Janji ini terwujud dalam berbagai kemuliaan kenabian dan kedudukan tinggi di akhirat.
Tiga ayat berikutnya (6, 7, dan 8) berfungsi sebagai pengingat sejarah personal Nabi. Allah mengingatkan Nabi akan tiga nikmat besar yang telah diberikan-Nya sebelum beliau diangkat menjadi rasul:
Pengingat ini bertujuan agar Rasulullah SAW, dan secara tidak langsung umatnya, selalu memiliki rasa syukur dan optimisme. Jika Allah mampu mengangkat beliau dari kondisi yatim, bingung, dan kekurangan, maka Allah pasti mampu mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi.
Dua ayat terakhir Ad-Duha (ayat 9 dan 10) adalah instruksi moral yang jelas mengenai bagaimana seharusnya seorang Muslim memperlakukan mereka yang kurang beruntung. Sikap tegas melarang keras perlakuan kasar (taqhar) terhadap anak yatim dan jangan menghardik (tanhar) peminta sedekah. Ini menunjukkan bahwa rasa syukur sejati harus diwujudkan dalam bentuk empati dan kelembutan sosial.
Puncak dari rasa syukur tersebut adalah perintah di ayat terakhir: "Wa ammaa bini'mati rabbika fahaddits" (Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau ceritakan). Ini bukan hanya perintah untuk bercerita, melainkan manifestasi syukur dengan meninggikan nama Allah atas segala karunia yang telah diberikan, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan kolektif umat.
Mempelajari Surat Ad-Duha secara mendalam adalah cara efektif untuk menyeimbangkan emosi, mengingatkan diri akan pertolongan Allah di masa lalu, dan menumbuhkan harapan besar akan balasan di masa depan. Surat ini menegaskan bahwa setiap kesulitan hanyalah fase sementara sebelum datangnya kemuliaan dan keridhaan ilahi.