Ilustrasi modernisasi sektor pertanian dan bisnis.
Di tengah isu ketahanan pangan global dan dorongan digitalisasi di sektor primer, mata kuliah dan program studi yang berkaitan dengan pertanian cenderung mengalami penurunan jumlah peminat. Salah satu disiplin ilmu yang kerap mengalami pergeseran minat ini adalah Jurusan Agribisnis. Meskipun sektor pertanian merupakan tulang punggung ekonomi banyak negara, citra kuno dan stigma pekerjaan lapangan yang berat seringkali membuat calon mahasiswa beralih ke bidang yang dianggap lebih "modern" atau "menguntungkan" secara instan.
Alasan utama mengapa jurusan agribisnis sepi peminat seringkali berakar pada kesalahpahaman mendasar mengenai fokus studi ini. Banyak calon mahasiswa mengira bahwa mengambil agribisnis berarti mereka akan menghabiskan seluruh waktu mereka di ladang, jauh dari teknologi, dan bergelut dengan pekerjaan manual. Padahal, agribisnis adalah ilmu interdisipliner yang menggabungkan ilmu pertanian dengan aspek manajemen, ekonomi, keuangan, pemasaran, dan teknologi informasi.
Fokus studi agribisnis modern bukan hanya tentang bagaimana menanam, tetapi bagaimana mengelola seluruh rantai nilai. Ini mencakup analisis pasar komoditas, manajemen risiko, pengembangan teknologi pascapanen, hingga strategi ekspor produk pertanian. Peran manajer agribisnis sangat krusial dalam memastikan produk petani dapat bersaing di pasar global yang dinamis.
Era informasi telah membuat informasi mengenai jurusan menjadi sangat mudah diakses. Akibatnya, persaingan penerimaan mahasiswa baru menjadi ketat, dan jurusan yang dianggap menjanjikan gaji besar atau prestise tinggi seperti Teknik Informatika, Ilmu Komunikasi, atau Kedokteran, menarik sebagian besar calon mahasiswa. Jurusan agribisnis, meskipun menawarkan prospek karir yang stabil dan kesempatan berwirausaha yang luas, seringkali kalah pamor.
Ini menjadi ironis karena lulusan agribisnis memiliki keunggulan komparatif yang unik: pemahaman mendalam tentang sumber daya alam yang esensial. Di saat dunia mulai fokus pada keberlanjutan (sustainability) dan rantai pasok yang etis, keahlian manajerial yang dipadukan dengan pengetahuan agrikultur menjadi aset yang sangat dicari oleh perusahaan besar, baik di sektor pangan olahan maupun jasa konsultasi pertanian.
Faktanya, lulusan agribisnis memiliki spektrum karir yang sangat luas, jauh melampaui sekadar bekerja di kantor pertanian konvensional. Mereka bisa bekerja sebagai analis pasar komoditas di bursa saham, manajer pengadaan bahan baku di industri makanan dan minuman multinasional, konsultan keuangan untuk usaha tani skala besar, hingga mendirikan startup agritech yang memanfaatkan IoT dan big data untuk meningkatkan efisiensi panen.
Perusahaan-perusahaan besar di sektor Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) sangat membutuhkan profesional agribisnis untuk memastikan kualitas bahan baku yang konsisten. Selain itu, pemerintah dan lembaga non-pemerintah yang fokus pada pembangunan pedesaan dan ketahanan pangan juga secara aktif merekrut lulusan dari bidang ini. Jika dilihat dari sudut pandang kewirausahaan, sektor pangan adalah sektor yang tidak pernah mati, memberikan peluang besar bagi lulusan yang berjiwa bisnis.
Untuk mengatasi stigma jurusan agribisnis sepi peminat, perguruan tinggi perlu melakukan upaya serius dalam melakukan rebranding. Kurikulum harus diperbarui secara agresif untuk menonjolkan mata kuliah terkait Agripreneurship, Supply Chain Management for Agriculture, dan penggunaan teknologi presisi. Pemasaran jurusan harus menekankan pada keberhasilan alumni yang telah bertransformasi menjadi pengusaha teknologi pertanian atau manajer korporat di sektor pangan.
Menggabungkan unsur digital dan bisnis ke dalam narasi agribisnis akan menarik generasi muda yang melek teknologi. Ketika calon mahasiswa melihat bahwa agribisnis adalah jalan menuju inovasi pangan yang berkelanjutan, bukan hanya sekadar bekerja di sawah, minat terhadap jurusan ini diprediksi akan kembali meningkat. Sektor pangan akan selalu relevan, dan orang yang mampu memanajemennya dengan prinsip bisnis modern adalah aset yang tak ternilai harganya.