Ilustrasi simbolis hikmah dan cahaya Al-Qur'an.
Surat Al-Kahfi (Gua) adalah salah satu surat pelindung yang sangat dianjurkan untuk dibaca, terutama pada hari Jumat. Di dalam surat yang kaya akan kisah teladan ini, terdapat penutup yang sangat kuat dan sarat makna, yaitu 10 ayat terakhir. Ayat-ayat penutup ini berfungsi sebagai kesimpulan agung, mengingatkan pembaca tentang hakikat penciptaan, tujuan hidup, dan konsekuensi dari pilihan amal perbuatan.
Sepuluh ayat terakhir, mulai dari ayat 90 hingga ayat 100, secara khusus menekankan kontras antara keimanan sejati dan kesesatan duniawi. Mereka adalah pengingat bahwa kekayaan dan keturunan tidak akan berarti tanpa dibarengi amal saleh yang tulus mengharapkan ridha Allah SWT.
Inti dari penutup surat ini berputar pada tiga tema besar: **Perbandingan Kaum yang Beriman dan yang Ingkar**, **Pentingnya Amal Saleh**, dan **Sifat Rahmat Allah yang Luas**. Ayat-ayat ini menegaskan bahwa perpisahan antara kedua kelompok tersebut akan terjadi secara definitif pada Hari Kiamat.
Mari kita telaah beberapa bagian penting dari sepuluh ayat penutup tersebut:
Allah SWT menampilkan perumpamaan nyata mengenai sifat sementara dunia. Pengingat ini seringkali disampaikan melalui perbandingan antara orang yang beriman dan orang yang berbuat kerusakan. Duniawi yang dikejar mati-matian hanyalah kesenangan sesaat, sementara pondasi akhirat yang dibangun dengan amal saleh akan kekal dan jauh lebih mulia.
Salah satu gambaran kengerian akhir zaman disebutkan di sini: pembukaan tabir penghalang Yakjuj dan Makjuj. Kehadiran mereka adalah salah satu tanda besar yang menandakan semakin dekatnya Hari Perhitungan. Ayat ini menambah urgensi bagi setiap mukmin untuk memanfaatkan waktu yang tersisa dengan sebaik-baiknya.
Setelah membahas kengerian, Al-Kahfi menutup dengan janji ketenangan. Allah menegaskan bahwa ketika hari penyingkapan tiba, setiap orang akan diperlihatkan catatan amalnya. Bagi orang yang taat, pertolongan dan kedamaian disediakan. Ayat 99 menegaskan bahwa kebenaran akan memisahkan hak dan batil secara absolut.
Ayat penutup adalah doa sekaligus harapan yang harus dimiliki setiap Muslim: "Maka apabila datang hari yang dijanjikan itu, Aku (Allah) akan memberi keputusan di antara mereka dengan adil." Ini adalah penegasan bahwa tidak ada satu pun amal baik atau buruk yang luput dari perhitungan. Keadilan Allah adalah kepastian, bukan sekadar harapan.
Merenungi 10 ayat terakhir ini bukan hanya latihan intelektual, melainkan panduan praktis. Surat Al-Kahfi mengajarkan kita tentang bahaya fitnah (fitnah harta, fitnah ilmu, fitnah kekuasaan, dan fitnah kematian). Sepuluh ayat terakhir bertindak sebagai 'pintu keluar' dari empat fitnah tersebut. Ia mengajarkan kita untuk bersikap moderat dalam menikmati karunia duniawi sambil secara konsisten menanam investasi untuk akhirat.
Jika kita menganalogikan surat ini sebagai sebuah perjalanan, maka kisah Ashabul Kahfi adalah perjalanan menjauhi fitnah. Ayat-ayat penutup adalah pos pemberhentian terakhir sebelum kita kembali ke kampung halaman abadi. Mereka memaksa kita untuk bertanya: Sudahkah persiapan akhirat kita memadai?
Kekuatan pesan dalam 10 ayat terakhir ini terletak pada kemampuannya menyeimbangkan rasa takut akan hari perhitungan dengan harapan akan rahmat Ilahi. Rasa takut mendorong kita untuk beramal, dan harapan mendorong kita untuk tidak berputus asa dari ampunan-Nya. Dengan mengingat ayat-ayat penutup ini, seorang mukmin didorong untuk selalu berpegang teguh pada kebenaran, menolak godaan kesenangan sesaat, dan mempersiapkan bekal terbaik untuk hari ketika segala keputusan telah final. Mereka adalah pengingat abadi tentang prioritas sejati hidup seorang hamba.