Ayat Kunci: Surah Al-Kahfi Ayat 110
Katakanlah: "Aku hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhanmu itu Tuhan Yang Maha Esa, maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya."
Memahami Esensi Ketuhanan Yang Esa
Surah Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, mengandung banyak pelajaran berharga, salah satunya adalah yang terangkum dalam ayat ke-110 ini. Ayat ini merupakan penutup dari surah tersebut, sekaligus menjadi penegasan fundamental dalam ajaran Islam: Tauhid, atau keesaan Allah SWT.
Pesan pertama yang disampaikan adalah penegasan identitas diri Nabi Muhammad SAW sebagai seorang manusia biasa. Meskipun beliau menerima wahyu agung, beliau tetaplah seorang manusia yang memiliki keterbatasan fisik dan eksistensi seperti manusia lainnya. Pengakuan ini penting untuk mencegah umatnya dari pengkultusan berlebihan. Nabi bersikap rendah hati, menekankan bahwa sumber otoritas dan kebenaran datang dari Allah, bukan dari keistimewaan dirinya semata sebagai manusia.
Panggilan untuk Beramal Saleh
Setelah menegaskan keesaan Allah, ayat ini langsung mengaitkannya dengan konsekuensi praktis dalam kehidupan seorang mukmin. Jika Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka konsekuensinya adalah seluruh amal perbuatan kita harus diarahkan hanya kepada-Nya. Ayat ini memerintahkan untuk "mengerjakan amal saleh".
Amal saleh dalam konteks ini tidak hanya terbatas pada ritual ibadah formal seperti shalat atau puasa, tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan yang sejalan dengan keridhaan Allah. Ini adalah panggilan untuk hidup yang berintegritas, di mana setiap tindakan—baik dalam hubungan dengan Tuhan (hablum minallah) maupun hubungan dengan sesama manusia (hablum minannas)—dilakukan dengan niat yang murni dan benar.
Larangan Syirik: Inti dari Keimanan
Bagian akhir ayat ini sangat tegas: "dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." Ini adalah inti dari Tauhid. Syirik, yaitu menyekutukan Allah dalam peribadatan, adalah dosa terbesar yang tidak diampuni jika pelakunya meninggal dunia tanpa sempat bertaubat. Ayat 110 Al-Kahfi berfungsi sebagai pengingat abadi bahwa segala bentuk ibadah, doa, permohonan pertolongan, dan ketundukan total harus ditujukan secara eksklusif kepada Allah SWT.
Penekanan pada "mempersekutukan seorang pun" mencakup segala bentuk kesyirikan, baik yang tampak jelas (seperti menyembah berhala) maupun yang tersembunyi (seperti melakukan amal karena ingin dipuji manusia atau mencari keuntungan duniawi semata). Dalam pandangan ayat ini, kesempurnaan iman terletak pada kemurnian niat dan fokus totalitas pengabdian kepada Sang Pencipta.
Menanti Perjumpaan dengan Tuhan
Ayat ini juga menyentuh aspek eskatologis (keyakinan tentang akhirat) dengan frasa "barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya". Perjumpaan ini adalah janji kebahagiaan tertinggi bagi orang-orang beriman, yaitu melihat wajah Allah SWT di akhirat kelak. Harapan ini harus menjadi motivator utama untuk terus berbuat baik dan menjaga kemurnian tauhid sepanjang hidup.
Jadi, Al-Kahfi ayat 110 adalah ringkasan padat tentang ajaran Islam yang benar: mengakui keesaan Allah, meneladani Nabi dalam kerendahan hati, melaksanakan amal saleh sebagai bukti iman, dan menjauhi segala bentuk persekutuan dalam ibadah, semua itu dilakukan dengan harapan mulia untuk meraih ridha dan perjumpaan dengan-Nya.