Sebuah Tinjauan Mendalam Tentang Sumpah dan Jalan Kehidupan
Surah Al-Lail (Malam) adalah surah ke-92 dalam urutan mushaf Al-Qur'an, terdiri dari 21 ayat pendek namun padat makna. Surah ini dibuka dengan serangkaian sumpah agung yang langsung menarik perhatian pendengar pada kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, serta menegaskan perbedaan fundamental antara jalan kehidupan manusia. Memahami kandungan al lail berarti merenungkan bagaimana Allah SWT mengatur alam semesta dan bagaimana Dia mengatur balasan bagi setiap perbuatan manusia.
Pembukaan surah ini diawali dengan firman Allah, "Demi malam apabila telah gelap gulita," (QS. Al-Lail: 1). Sumpah ini adalah pengantar visual yang kuat. Malam yang gelap gulita melambangkan kondisi ketika segala sesuatu menjadi samar, mengingatkan manusia bahwa di tengah kegelapan, ada Kekuatan Yang Maha Terang yang mengendalikan semuanya. Sumpah ini kemudian dilanjutkan dengan sumpah terhadap siang yang terang benderang, menunjukkan keseimbangan kosmik yang sempurna yang diciptakan oleh Sang Pencipta.
Inti dari kandungan al lail bergeser dari alam semesta menuju refleksi terhadap diri manusia. Allah SWT kemudian menegaskan bahwa usaha (amal) manusia itu berbeda-beda. Ayat 5 sampai 11 adalah penegasan tentang dua orientasi utama dalam hidup: orientasi ketakwaan dan orientasi keserakahan duniawi.
Bagi mereka yang mendermakan hartanya di jalan Allah dan bertakwa kepada Tuhannya, Allah menjanjikan kemudahan dalam mencapai jalan kebahagiaan (Al-Husna). Sebaliknya, bagi mereka yang kikir, merasa dirinya sudah cukup kaya, dan mendustakan kebenaran (kebaikan), maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju kesengsaraan (Al-Usra). Ayat ini sangat mendidik, menekankan bahwa kemudahan atau kesulitan hidup kita di dunia dan akhirat sangat tergantung pada pilihan sadar yang kita ambil saat ini.
Salah satu poin penting lainnya dalam surah ini adalah penjelasan mengenai kepemilikan dan tanggung jawab. Allah menegaskan bahwa kekayaan dan harta benda semata-mata adalah titipan. Ayat 12 mengingatkan, "Sesungguhnya kewajiban Kamilah (memberi petunjuk) kepada jalan yang lurus." Ini menggarisbawahi bahwa petunjuk sudah disediakan, tinggal bagaimana manusia memilih untuk mengikutinya.
Ketika seseorang berinfak, ia sebenarnya tidak sedang memberi kepada orang lain, melainkan memberi untuk kebaikan dirinya sendiri, karena pada hakikatnya semua kepemilikan kembali kepada Allah. Ketika seseorang menjadi kikir, ia justru merugikan dirinya sendiri, karena ia menahan karunia yang seharusnya membersihkan jiwanya.
Surah Al-Lail ditutup dengan penegasan yang kuat mengenai fungsi Al-Qur'an sebagai pemberi peringatan. Peringatan ini tidak ditujukan kepada semua orang, melainkan hanya akan diterima dan diambil manfaatnya oleh mereka yang paling takut kepada Allah (orang yang paling bertakwa).
Puncak dari seluruh kandungan al lail adalah janji balasan tertinggi bagi orang yang bertakwa: keridhaan Allah dan surga yang cahayanya begitu terang benderang. Ini adalah visi akhir yang harus menjadi motivasi utama seorang Muslim. Dunia ini hanyalah ladang ujian, dan hasil panen (kebahagiaan sejati) hanya akan diperoleh jika kita menanam benih kebaikan dan ketakwaan di bawah naungan malam dan terang siang yang telah diciptakan Allah. Dengan memahami surah ini, seorang mukmin diingatkan untuk selalu waspada terhadap dorongan egoisme dan keserakahan, serta senantiasa mengutamakan amal jariyah di jalan Allah.