Ilustrasi: Tempat Ibadah dan Persatuan Umat
Dalam ajaran Islam, sholat merupakan tiang agama. Bagi seorang laki-laki Muslim yang telah baligh, melaksanakan sholat lima waktu secara berjamaah di masjid memiliki kedudukan yang sangat tinggi dan dianggap sebagai sebuah kewajiban yang ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW.
Perintah untuk mendirikan sholat berjamaah tidak hanya sekadar anjuran sunnah, melainkan sebuah penekanan kuat yang mendekati tingkat wajib, terutama bagi mereka yang tidak memiliki udzur syar'i (alasan yang dibenarkan agama) untuk meninggalkannya. Banyak hadis yang menunjukkan betapa besar pahala yang dijanjikan bagi mereka yang rutin memakmurkan masjid untuk sholat fardhu.
Salah satu hadis shahih yang sering dirujuk menyatakan bahwa sholat berjamaah lebih utama daripada sholat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat. Keutamaan ini menunjukkan bahwa nilai spiritual dan sosial dari sholat bersama di tempat yang telah ditentukan umat Islam—yaitu masjid—sangatlah signifikan di mata Allah SWT. Meninggalkan sholat berjamaah tanpa alasan yang kuat seringkali mengundang celaan, bahkan ancaman keras dari Rasulullah SAW.
Masjid bukan sekadar bangunan fisik. Ia adalah pusat kehidupan spiritual, sosial, dan intelektual umat Islam. Ketika seorang laki-laki menuju masjid, ia tidak hanya memenuhi kewajiban ritualnya, tetapi juga berpartisipasi dalam pembentukan komunitas yang solid.
Pertama, sholat di masjid memperkuat ukhuwah (persaudaraan). Ketika barisan laki-laki berdiri bahu membahu, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau latar belakang suku, keseragaman posisi ini menanamkan rasa egaliter dan persatuan yang mendalam. Perbedaan duniawi luntur di hadapan Allah SWT.
Kedua, hadirnya laki-laki di masjid secara rutin mengirimkan sinyal kekuatan dan vitalitas komunitas Muslim. Masjid yang ramai menunjukkan bahwa umat Islam peduli terhadap ibadah mereka dan saling menjaga dalam ketaatan. Sebaliknya, masjid yang sepi di waktu sholat dapat menjadi pertanda melemahnya semangat keagamaan kolektif.
Setiap langkah yang diayunkan menuju masjid untuk menunaikan sholat fardhu memiliki ganjaran pahala. Nabi SAW bersabda bahwa setiap langkah itu akan menghapus satu dosa dan mengangkat satu derajat. Ini adalah mekanisme otomatis yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya yang berupaya keras untuk taat, bahkan dari segi pergerakan fisik semata.
Selain pahala langsung, ada keutamaan lain seperti mendapatkan kesempatan untuk menanti sholat berikutnya di dalam masjid, yang juga dihitung sebagai pahala ibadah. Ini mendorong seorang Muslim untuk lebih lama berada dalam suasana spiritual setelah menunaikan sholat wajibnya.
Seringkali, godaan untuk menunaikan sholat di rumah muncul karena berbagai faktor, seperti rasa malas, cuaca yang kurang bersahabat, atau kesibukan duniawi. Namun, para ulama menekankan bahwa udzur yang diperbolehkan untuk meninggalkan sholat berjamaah sangatlah terbatas. Contoh udzur yang diakui antara lain sakit parah, hujan lebat yang menyulitkan, atau tugas menjaga keamanan yang sangat mendesak.
Bagi laki-laki yang sehat dan memiliki kemampuan fisik, menunaikan sholat di masjid adalah manifestasi nyata dari ketaatan total. Ini adalah ujian keikhlasan. Apakah kita mengutamakan kenyamanan pribadi atau panggilan Allah SWT yang ditegaskan melalui sunnah Rasulullah?
Kesimpulannya, kewajiban laki-laki wajib sholat di masjid adalah bagian integral dari kesempurnaan ibadah seorang Muslim. Ini bukan sekadar ritual pribadi, melainkan komitmen sosial yang membangun fondasi kebersamaan, keikhlasan, dan ketaatan tanpa kompromi terhadap panggilan Ilahi.