Surah Al-Fil, yang berarti "Gajah," adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang menyimpan kisah monumental tentang kekuatan iman dan pertolongan ilahi. Kisah ini terjadi jauh sebelum Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam menerima wahyu pertama, namun peristiwa ini menjadi penanda penting yang memperkuat keistimewaan Mekah dan Ka'bah, serta menjadi pertanda bagi kelahiran seorang pembawa rahmat bagi semesta alam.
Kisah ini bermula dari ambisi gelap seorang raja Yaman yang bernama Abrahah bin Ash-Shabah. Abrahah adalah seorang pemimpin Kristen yang kuat yang berkuasa di Yaman. Melihat kemegahan dan kemuliaan Ka'bah di Mekah, yang saat itu masih menjadi pusat ibadah tauhid (walaupun telah banyak tercampur syirik), Abrahah merasa cemburu dan ingin mengalihkan pusat ibadah bangsa Arab ke katedral megah yang telah ia bangun di Yaman.
Karena upayanya mengajak orang-orang Arab untuk berhaji ke gerejanya gagal total, Abrahah murka. Ia memutuskan untuk menghancurkan Ka'bah secara fisik agar seluruh bangsa Arab kehilangan kiblat spiritual mereka. Untuk melaksanakan niat jahatnya ini, Abrahah mengerahkan pasukan besar yang belum pernah ada sebelumnya di semenanjung Arab. Yang paling menonjol dari pasukannya adalah sejumlah besar gajah, yang merupakan simbol kekuatan militer pada masa itu. Pasukan ini bergerak perlahan menuju Mekah.
Ketika pasukan Abrahah mendekati Mekah, suku-suku Quraisy dan penduduk setempat ketakutan. Mereka tahu bahwa tidak mungkin menghadapi pasukan bergajah yang sangat besar itu dengan kekuatan seadanya. Banyak yang melarikan diri ke puncak gunung dan gua-gua. Pemimpin Mekah, Abdul Muthalib bin Hasyim (kakek Nabi Muhammad SAW), menemui Abrahah dan meminta agar Ka'bah diizinkan aman, namun Abrahah menolak mentah-mentah.
Abdul Muthalib kemudian pergi ke Ka'bah dan berdoa panjang kepada Allah SWT, memohon perlindungan atas rumah-Nya. Setelah itu, ia dan penduduk Mekah lainnya menyingkir dan menunggu keputusan Ilahi.
Ketika pasukan Abrahah telah tiba di lembah sekitar Mekah dan bersiap untuk menyerbu, Allah SWT mengirimkan pertolongan yang tidak pernah terbayangkan oleh mereka.
Tepat pada saat genting itu, dari arah laut, muncul kawanan burung-burung yang sangat banyak. Burung-burung ini bukan burung biasa; mereka berwarna putih dan hitam, berukuran kecil menyerupai layang-layang atau burung walet. Dalam literatur Islam, burung-burung ini dikenal sebagai 'Ababil', yang berarti berbondong-bondong atau datang secara berkelompok.
Setiap burung membawa tiga batu kecil di paruhnya dan dua batu di kakinya. Batu-batu ini terbuat dari tanah liat yang keras dan panas (dikenal sebagai sijjil). Burung-burung itu kemudian menjatuhkan batu-batu kecil tersebut secara tepat sasaran ke arah pasukan Abrahah, terutama gajah-gajah mereka.
Batu-batu kecil itu, meskipun kecil, memiliki daya hancur yang luar biasa karena berasal dari kekuatan Allah. Batu-batu itu menembus kulit gajah dan prajurit, membuat mereka hancur lebur. Pasukan Abrahah panik dan kocar-kacir. Abrahah sendiri terluka parah dan akhirnya tubuhnya luluh lantak sebelum ia berhasil kembali ke Yaman. Seluruh pasukan dihancurkan, dan Ka'bah selamat dari kehancuran.
Peristiwa penghancuran pasukan gajah ini terjadi pada tahun yang dikenal dalam sejarah Islam sebagai 'Amul Fil' atau Tahun Gajah. Meskipun peristiwa ini terjadi sekitar lima puluh hingga lima puluh tiga tahun sebelum Nabi Muhammad SAW lahir, ia memiliki relevansi yang sangat besar.
Kisah ini menegaskan bahwa Allah SWT telah lama melindungi kehormatan Mekah dan Ka'bah. Perlindungan ini bisa dilihat sebagai persiapan alam semesta untuk kedatangan Rasulullah SAW, yang akan lahir di kota yang telah terbukti dijaga langsung oleh Sang Pencipta. Kelahiran Nabi Muhammad SAW terjadi di tahun yang sama, di mana Allah menunjukkan kekuasaan-Nya yang luar biasa kepada bangsa Quraisy dan dunia Arab, mempersiapkan panggung bagi risalah Islam.
Kejadian Al-Fil memperkuat posisi Ka'bah sebagai rumah ibadah yang disucikan dan menjadi salah satu mukjizat (tanda kenabian) yang terjadi sebelum masa kenabian resmi, yang dicatat dalam Al-Qur'an sebagai pengingat bahwa pertolongan Allah datang kepada mereka yang berserah diri dan menjaga kesucian tempat-tempat yang dimuliakan-Nya. Kisah ini mengajarkan umat Islam bahwa sebesar apapun kekuatan musuh, kekuasaan Allah jauh lebih besar dan tak terkalahkan.