Tawhid: Memurnikan Kepercayaan kepada Allah SWT
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ (1)
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1)
Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa" (1).
اللَّهُ الصَّمَدُ (2)
"Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu" (2).
لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3)
"(Dia) tiada beranak dan tiada pula diperanakkan" (3).
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)
"Dan tiada seorang pun yang menyamai Dia" (4).
Surah Al-Ikhlas, yang terdiri dari empat ayat pendek namun padat makna, menempati posisi yang sangat istimewa dalam Islam. Nama 'Al-Ikhlas' sendiri berarti pemurnian atau ketulusan. Surah ini merupakan ringkasan esensial dari konsep Tauhid (Keesaan Allah) yang menjadi pondasi utama ajaran Islam. Ketika Rasulullah ﷺ ditanya oleh kaum musyrikin Quraisy mengenai nasab atau silsilah Tuhan yang mereka sembah, maka turunlah surah ini sebagai jawaban definitif dan komprehensif.
Ayat pertama, "Qul Huwallahu Ahad" (Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa), menegaskan keesaan Allah. Ini menolak segala bentuk kesyirikan, baik dalam bentuk penyembahan berhala, pengkultusan makhluk, maupun pemikiran dualisme (Dua Tuhan). Allah adalah tunggal, tidak terbagi, dan tidak berbilang.
Ayat kedua, "Allahu As-Samad" (Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu), menjelaskan kedudukan Allah sebagai Sumber segala kebutuhan. As-Samad mengandung makna bahwa Allah adalah zat yang sempurna, tidak memiliki kekurangan, dan menjadi tempat bergantung bagi seluruh alam semesta. Semua makhluk membutuhkan-Nya, sementara Dia tidak membutuhkan siapa pun. Ini adalah deskripsi kesempurnaan absolut.
Dua ayat terakhir adalah penolakan tegas terhadap batasan-batasan yang melekat pada makhluk hidup. Ayat ketiga, "Lam Yalid wa Lam Yuulad" (Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan), menolak konsep bahwa Allah memiliki keturunan atau bahwa Allah dilahirkan dari sesuatu. Konsep keturunan dan kelahiran adalah sifat makhluk yang terbatas waktu dan membutuhkan pasangan atau rahim. Allah SWT jauh melampaui sifat-sifat tersebut.
Terakhir, ayat keempat, "Wa Lam Yakullahu Kufuwan Ahad" (Dan tiada seorang pun yang menyamai Dia), menutup penjelasan dengan menyatakan kemahaesaan-Nya dalam segala aspek. Tidak ada satu pun ciptaan-Nya yang bisa dibandingkan atau disamakan dengan keagungan dan kesempurnaan-Nya. Tidak ada sekutu, tidak ada bandingan, dan tidak ada yang setara dengan Allah Azza wa Jalla.
Keutamaan surah ini sangat besar sebagaimana ditegaskan dalam berbagai hadis sahih. Salah satu hadis yang paling masyhur, diriwayatkan oleh Imam Bukhari, menyatakan bahwa membaca Surah Al-Ikhlas setara dengan membaca sepertiga Al-Qur'an. Kesamaan nilai ini disebabkan karena surah ini memuat inti ajaran Islam secara keseluruhan, yaitu Tauhid. Bagi seorang Muslim, mengamalkan dan memahami makna surah ini berarti telah mengokohkan fondasi imannya.
Selain itu, surah ini juga menjadi pelindung dan penarik rahmat Allah. Rasulullah ﷺ sering membacanya sebagai wirid pagi dan petang, serta sebelum tidur. Keikhlasan dalam mengimani makna surah ini akan membawa dampak besar pada kualitas ibadah seseorang, menjadikan setiap amal perbuatannya murni ditujukan hanya karena mencari keridhaan Allah semata, sesuai dengan nama surah itu sendiri. Memahami Al-Ikhlas bukan hanya sekadar menghafal teks, tetapi meresapi filosofi ketuhanan yang murni, yang menjamin kebenaran akidah seorang hamba.