Menyelami Makna Surah Al-Kahfi Ayat 108-110

đź’ˇ Ilustrasi Cahaya Ilmu

Surah Al-Kahfi, yang berarti 'Gua', adalah salah satu surah terpanjang dalam Al-Qur'an dan memiliki keutamaan yang luar biasa bagi mereka yang membacanya, terutama pada hari Jumat. Di antara ayat-ayat yang sarat makna, khususnya pada bagian penutup, yaitu ayat 108 hingga 110, terdapat penekanan mendalam mengenai hakikat keabadian, balasan, dan kesimpulan dari ajaran tauhid.

Pesan Inti dari Ayat 108

Ayat 108 berfungsi sebagai penutup yang mengikat seluruh pembahasan dalam surah ini, terutama kisah-kisah yang menggambarkan kontras antara kebenaran hakiki dan kesenangan duniawi yang fana. Ayat ini secara tegas menyatakan:

"Khaalisina fihi abaada."

(Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.)

Kekekalan ini merujuk pada balasan bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, yakni tinggal di dalam surga. Kata "kekal" (أَبَدًا - abadan) memberikan penekanan bahwa kenikmatan di sana tidak berbatas waktu. Ini adalah janji tertinggi bagi mukminin: sebuah tempat peristirahatan abadi yang terlepas dari segala bentuk kekurangan dan kefanaan dunia. Penekanan pada keabadian ini berfungsi sebagai motivasi kuat agar umat manusia tidak tertipu oleh pesona sementara kehidupan duniawi yang digambarkan melalui kisah Ashabul Kahfi atau kisah pemilik kebun yang sombong.

Hakikat Peringatan (Ayat 109)

Setelah membahas balasan bagi yang beriman, ayat 109 beralih memberikan peringatan keras kepada mereka yang masih ragu atau menolak kebenaran:

"Qul law kaana al-bahru midadan likalimaati Rabbi la-nafida al-bahru qabla an tanfada kalimaatu Rabbi walaw ji'na bimithlihi madada."

(Katakanlah: "Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, niscaya lautan itu akan habis sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhan-Ku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.")

Ayat ini adalah demonstrasi kemahabesaran Allah (Subhanahu Wa Ta'ala). Jika seluruh lautan di dunia dijadikan tinta, ia akan habis sebelum mampu mencatat seluruh ilmu dan firman Allah. Ayat ini mengandung beberapa pelajaran penting:

  1. Keterbatasan Ilmu Manusia: Segala upaya manusia untuk memahami sepenuhnya keagungan Allah akan selalu terbatas oleh wadah (ilmu dan kemampuan) yang dimilikinya.
  2. Keutamaan Al-Qur'an: Kalimat-kalimat Tuhan jauh melampaui batas pemikiran dan perhitungan materi manusiawi.
  3. Peringatan untuk Merenung: Mereka yang menolak kebenaran harus menyadari betapa kecilnya pandangan mereka dibandingkan dengan kebesaran Sang Pencipta.

Kesimpulan dan Instruksi Akhir (Ayat 110)

Ayat terakhir dari Surah Al-Kahfi, ayat 110, merangkum seluruh inti ajaran yang disampaikan, yaitu tentang tauhid dan keikhlasan dalam beribadah. Ini adalah penutup yang sempurna, yang menegaskan bahwa semua ibadah harus ditujukan hanya kepada-Nya:

"Qul innamaa ana basharun mithlukum yuuha ilayya innamaa ilaahekum Ilaahun Waahid, faman kaana yarjuu liqaa'a Rabbihi falyacmal 'amalan shaalihaan wa laa yushrik bi'ibadati Rabbihi ahada."

(Katakanlah: "Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.")

Ayat 110 ini mengandung dua poin utama yang harus dipegang teguh oleh setiap muslim:

Pertama, Penegasan Kenabian: Nabi Muhammad SAW menegaskan statusnya sebagai manusia biasa yang menerima wahyu, bukan dewa atau sosok ilahi. Penegasan ini penting untuk mencegah pengkultusan berlebihan.

Kedua, Syarat Penerimaan Amal: Amal saleh harus dibarengi dengan syarat mutlak, yaitu tauhid yang murni (tidak ada kesyirikan dalam ibadah). Ibadah yang disertai dengan riya' atau menujukan pujian kepada selain Allah akan sia-sia di hadapan-Nya. Perjumpaan dengan Tuhan (Yaumul Hisab) hanya akan bernilai jika didasari oleh keikhlasan total.

Secara kolektif, Surah Al-Kahfi ayat 108 hingga 110 mengingatkan kita untuk mengarahkan seluruh eksistensi kita—amal perbuatan, harapan, dan tujuan hidup—kepada Allah SWT, dengan kesadaran bahwa kenikmatan dunia hanyalah sementara, sementara balasan di sisi-Nya adalah keabadian yang sejati.

🏠 Homepage