Ilustrasi Perjalanan Pencarian Ilmu
Bagian dari Surah Al-Kahfi yang mencakup ayat 61 hingga 80 adalah puncak dari kisah agung antara Nabi Musa AS dan hamba Allah yang bijaksana, Khidr (disebut juga Al-Khidr). Bagian ini adalah pelajaran mendalam mengenai batas pengetahuan manusia, kehendak Ilahi, dan pentingnya kesabaran ketika dihadapkan pada peristiwa yang secara lahiriah tampak tidak masuk akal atau bahkan mungkar.
Kisah ini dimulai setelah Musa dan pengikutnya (atau muridnya, Yusa' bin Nun) mencapai titik pertemuan dua lautan, tempat di mana mereka dijanjikan bertemu dengan Khidr. Setelah mereka menyadari bahwa bekal ikan mereka hilang (yang menjadi penanda tempat pertemuan), mereka akhirnya bertemu dengan sosok yang mereka cari.
Nabi Musa dengan rendah hati meminta izin kepada Khidr untuk menemaninya, berharap dapat belajar dari ilmu yang diberikan Allah kepadanya. Khidr memberikan peringatan keras di awal pertemuan. Beliau tahu bahwa Musa adalah seorang nabi yang penuh semangat dan keadilan, namun ilmu Khidr adalah ilmu khusus yang belum bisa dipahami oleh Musa. Khidr berkata:
Musa berkata: "Itulah yang hilang itu. Kemudian keduanya melanjutkan perjalanan. Ketika keduanya telah melampaui (tempat itu), berkatalah Musa kepada muridnya: "Bawalah kepadaku makanan kita sungguh kita telah menderita keletihan karena perjalanan kita ini."
Musa mengakui kelalaiannya (yang disebabkan oleh syaithan yang membuatnya lupa menyebutkan ikan tersebut), dan Khidr menanggapi bahwa itu adalah pertanda yang mereka cari. Khidr kemudian memberikan syarat penting: Musa tidak boleh bertanya apa pun sebelum Khidr sendiri yang memulainya untuk menjelaskan.
Perjalanan mereka berlanjut hingga mereka naik perahu. Di tengah perjalanan, Khidr melakukan tindakan yang mengejutkan: ia merusak perahu tersebut. Musa langsung bereaksi keras, menganggap tindakan itu sebagai kejahatan besar karena merugikan pemilik perahu yang telah membawa mereka menyeberang tanpa bayaran. Khidr menegur Musa atas ketidaksabarannya.
Maka berjalanlah keduanya; sehingga ketika keduanya telah menaiki perahu, Khidr melobanginya. Musa berkata: "Apakah kamu melobanginya untuk menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya kamu telah berbuat suatu kesalahan yang besar (imra)."
Khidr menjelaskan bahwa ia merusaknya karena di depan mereka ada seorang raja yang akan merampas setiap perahu yang bagus. Kerusakan pada perahu itu menjadikannya cacat dan lolos dari rampasan raja tersebut. Ini adalah pelajaran pertama tentang melihat dampak jangka panjang di balik tindakan yang tampak merusak secara instan.
Perjalanan berlanjut. Mereka bertemu seorang anak laki-laki, dan Khidr tiba-tiba membunuhnya. Reaksi Musa kali ini jauh lebih marah dan tegas. Ia menuduh Khidr melakukan pembunuhan jiwa yang suci tanpa alasan yang jelas. Khidr menegur Musa untuk kedua kalinya, menegaskan bahwa Musa belum mampu bersabar menghadapi rahasia tersebut.
Maka berjalanlah keduanya, sehingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka meminta makanan kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu menolak untuk menjamu mereka, kemudian keduanya mendapati dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, lalu Khidr menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu dapat meminta imbalan untuk itu."
Tindakan ketiga adalah ketika mereka meminta jamuan tetapi ditolak, lalu Khidr memperbaiki dinding yang hampir roboh tanpa meminta imbalan. Musa kembali menyayangkan mengapa mereka tidak meminta upah atas kebaikan tersebut.
Di akhir penemuan ilmu mereka, Khidr akhirnya menjelaskan secara rinci mengapa ia melakukan setiap tindakan tersebut. Setiap perbuatan adalah wujud rahmat dan keadilan Allah yang tersembunyi:
Khidr mengakhiri penjelasannya dengan ayat penutup yang sangat terkenal, menekankan bahwa semua tindakan tersebut dilakukan atas perintah dan kebijaksanaan ilahi semata, bukan atas kehendak pribadinya.
Kisah Musa dan Khidr dari ayat 61 hingga 80 adalah pengingat abadi bahwa ilmu Allah melampaui pemahaman rasional manusia. Kesabaran, kerendahan hati, dan penerimaan bahwa ada kebijaksanaan di balik setiap ujian adalah kunci untuk mencapai pemahaman spiritual yang lebih dalam.