Memahami Surah Al Kahfi Ayat 96

Ilustrasi Pembangunan dan Kepemilikan Duniawi Visualisasi metaforis tentang batas akhir harta duniawi dibandingkan dengan kekuasaan Ilahi yang abadi, menggunakan elemen bangunan dan cahaya. Duniawi (Fana) Batas Akhir Kekal

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surat terpenting dalam Al-Qur'an, penuh dengan pelajaran moral, kisah-kisah inspiratif, dan peringatan penting mengenai hakikat kehidupan dunia dan akhirat. Salah satu ayat yang sering menjadi sorotan adalah ayat ke-96, yang secara gamblang menjelaskan tentang batas kepemilikan duniawi dan pentingnya persiapan untuk kehidupan yang lebih kekal.

Teks Surah Al Kahfi Ayat 96

حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا
(Tatkala ia telah sampai di antara dua gunung, ia mendapati di celah keduanya suatu kaum yang hampir tidak memahami perkataan (Kaum Dzulqarnain).)

Ayat 96 ini merupakan kelanjutan dari kisah Dzulqarnain, seorang penguasa adil yang berkelana menjelajahi bumi, sebagaimana diceritakan dalam ayat-ayat sebelumnya (Ayat 83 hingga 98). Kisah Dzulqarnain ini seringkali dijadikan perumpamaan mengenai bagaimana seorang pemimpin atau individu yang kuat dan berkuasa harus menggunakan kekuatannya—yakni untuk kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk kesombongan duniawi.

Konteks Ayat: Puncak Perjalanan Dzulqarnain

Untuk memahami kedalaman ayat ini, kita perlu melihat konteksnya. Setelah mengalahkan atau melewati berbagai tantangan, Dzulqarnain melanjutkan perjalanannya hingga mencapai dua gunung besar (disebut juga dua tanjakan atau penghalang alam). Di antara kedua gunung tersebut, ia menemukan suatu komunitas masyarakat. Ciri khas masyarakat ini adalah ketidakmampuan mereka untuk memahami bahasa yang digunakan oleh rombongan Dzulqarnain.

Meskipun ayat ini berfokus pada aspek geografis dan linguistik, ia memiliki implikasi filosofis yang mendalam. Ketika Dzulqarnain mencapai titik ini, ia belum lagi membangun tembok pelindung seperti yang terjadi pada ayat-ayat berikutnya (Ayat 97-98) untuk menahan kaum Yakjuj dan Makjuj. Ayat 96 ini menunjukkan bahwa penaklukan atau pencapaian geografis hanyalah bagian dari perjalanan. Keberhasilan sejati bukan diukur dari seberapa jauh seseorang menjelajah atau seberapa banyak wilayah yang dikuasainya, melainkan bagaimana ia membawa kebenaran dan kebaikan di setiap tempat yang ia singgahi.

Pelajaran Moral dari Pengabaian Bahasa

Fakta bahwa kaum tersebut "hampir tidak memahami perkataan" Dzulqarnain mengajarkan kita tentang pentingnya komunikasi yang efektif, terutama dalam menyampaikan pesan kebaikan. Namun, bagi Dzulqarnain, kesulitan komunikasi ini tidak menjadi penghalang untuk tetap berlaku adil dan membantu mereka. Sebagaimana diceritakan dalam kelanjutan kisahnya, Dzulqarnain meminta bantuan kaum tersebut untuk menyediakan bantuan material (besi) guna membangun penghalang yang akan melindungi mereka dari gangguan kaum perusak.

Ini menggarisbawahi prinsip bahwa hikmah dan keadilan harus diterapkan terlepas dari perbedaan bahasa, budaya, atau tingkat pemahaman awal. Tugas orang yang diberi kelebihan (baik ilmu, kekuasaan, atau harta) adalah menyampaikannya dengan cara yang bisa diterima, atau setidaknya, melakukan tindakan nyata yang bermanfaat.

Keterkaitan dengan Harta dan Kekuasaan Fana

Meskipun ayat ini secara harfiah bukan tentang harta, ia terletak tepat sebelum ayat-ayat klimaks yang membahas penolakan Dzulqarnain terhadap imbalan materi (Ayat 97) demi melaksanakan perintah Tuhannya untuk membangun penghalang. Ketika Dzulqarnain mampu mengatasi medan sulit dan menemukan masyarakat yang terbelakang secara komunikasi, ia tetap teguh pada tujuan utamanya: membangun sesuatu yang bermanfaat jangka panjang.

Kisah Dzulqarnain berfungsi sebagai koreksi moral bagi manusia modern yang sering terobsesi dengan akumulasi harta duniawi (seperti yang digambarkan dalam metafora SVG di atas). Kesuksesan yang kita raih—apakah itu pencapaian ilmiah, kekayaan, atau kekuasaan—hanyalah sebuah fase perjalanan, sama seperti Dzulqarnain yang melewati berbagai wilayah. Ketika fase tersebut berakhir, yang tersisa bukanlah bangunan megah atau emas yang dikumpulkan, melainkan warisan amal dan kepatuhan kita kepada Allah SWT.

Ayat 96, dengan deskripsi tentang wilayah yang asing dan masyarakat yang belum tercerahkan, mengingatkan bahwa tugas menyebarkan keadilan dan kebaikan tidak berhenti hanya karena adanya hambatan komunikasi atau perbedaan kondisi. Justru, di tempat-tempat yang paling jauh dari peradaban inilah ujian sesungguhnya bagi karakter seseorang diuji. Keberhasilan Dzulqarnain terletak pada kemampuannya untuk melihat melampaui perbedaan bahasa dan fokus pada solusi praktis yang diperintahkan Allah.

Oleh karena itu, saat merenungkan Surah Al-Kahfi secara keseluruhan, ayat 96 menjadi jembatan penting yang membawa kita dari eksplorasi alam menuju implementasi konkret dari prinsip-prinsip tauhid dan keadilan, yang puncaknya adalah penolakan terhadap godaan materi demi melaksanakan amanah ilahi.

🏠 Homepage