Surah Al-Kahfi adalah surah yang sarat akan pelajaran, dan penutupnya, terutama ayat 99 hingga 110, memberikan rangkuman penting mengenai akhir perjalanan hidup dan hakikat ujian duniawi. Ayat-ayat ini berfungsi sebagai penutup tegas bagi kisah Ashabul Kahfi, Nabi Musa dengan Khidr, dan kisah Dzulqarnain, sekaligus menjadi pengingat universal bagi seluruh umat manusia.
Setelah melalui berbagai narasi ujian keimanan, kekuasaan, dan ilmu, Allah SWT menutup surah ini dengan mengingatkan manusia bahwa dunia ini hanyalah persinggahan sementara yang fana. Fokus utama dalam ayat-ayat penutup ini adalah penekanan pada amal shaleh dan keikhlasan dalam beribadah.
Ayat-ayat awal di bagian akhir ini berbicara tentang hari pembalasan yang pasti datang, ketika penghalang antara manusia dan Allah akan dicabut.
"Dan pada hari Kami meniup sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka (pada hari itu) dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka." (QS. Al-Kahfi: 99)
Ayat ini menegaskan kepastian akan Hari Kiamat. Semua manusia, tanpa terkecuali, akan dibangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatan mereka di hadapan Allah SWT.
"Dan Kami perlihatkan neraka Jahannam pada hari itu kepada orang-orang kafir dengan jelas." (QS. Al-Kahfi: 100)
Neraka diperlihatkan bukan sekadar sebagai ancaman lisan, tetapi sebagai gambaran nyata yang akan disaksikan oleh mata kepala mereka. Ini adalah konsekuensi logis bagi mereka yang menolak petunjuk Ilahi.
Puncak penekanan dalam surat Al-Kahfi terletak pada janji surga bagi mereka yang beriman dan beramal saleh. Ayat 107 hingga 110 adalah kapsul motivasi tertinggi bagi seorang Muslim.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, mereka akan mendapat pahala Surga Firdaus." (QS. Al-Kahfi: 107)
Inilah inti dari ajaran Islam: iman yang benar harus diwujudkan dalam tindakan nyata (amal saleh). Imbalannya adalah Surga Firdaus, tingkatan tertinggi di antara surga-surga Allah.
Imam Al-Qurthubi dan ulama lainnya menjelaskan bahwa surga Firdaus adalah surga yang paling mulia dan dekat dengan Arsy Allah. Mendapatkan tempat di sana adalah tujuan tertinggi seorang mukmin.
Ayat berikutnya memberikan peringatan keras agar manusia tidak pernah merasa bosan atau cepat puas terhadap amal kebaikan, meskipun pahalanya sangat besar.
"Mereka kekal di dalamnya; mereka tidak ingin berpindah dari tempat itu." (QS. Al-Kahfi: 108)
Keabadian dan kenyamanan di surga mendorong amal saleh agar dilakukan secara berkelanjutan di dunia. Konsep kekekalan ini memotivasi kita untuk terus berjuang di jalan ketaatan.
Ayat terakhir dari Surah Al-Kahfi adalah penguatan terhadap misi kenabian dan sebuah kaidah umum dalam berdakwah dan berinteraksi dengan manusia.
"Katakanlah (Muhammad): 'Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, biarlah ia mengerjakan amal yang saleh dan ia tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya'." (QS. Al-Kahfi: 110)
Ayat ini merangkum dua prinsip fundamental: Pertama, mengakui keterbatasan diri sebagai manusia biasa. Kedua, menegaskan tauhid yang murni—ibadah hanya ditujukan kepada Allah semata—sebagai syarat utama untuk meraih perjumpaan mulia di akhirat.
Surah Al-Kahfi ayat 99 hingga 110 adalah bab penutup yang sempurna. Ia mengingatkan kita bahwa semua kisah spektakuler yang dibahas dalam surah tersebut—gua, pemuda, raja yang berkelana, hingga Nabi Musa dan Khidr—semuanya adalah ujian yang mengarahkan pada satu titik temu: keikhlasan total kepada Allah SWT. Dunia akan sirna, kekayaan akan habis, namun amal saleh yang didasari ketauhidan akan menjadi bekal abadi menuju Surga Firdaus.
Membaca dan merenungkan ayat-ayat penutup ini membantu menyeimbangkan pandangan hidup kita, menjauhkan dari kesombongan atas pencapaian duniawi, dan mengarahkan fokus pada persiapan akhirat yang kekal.