Ilustrasi simbolis: Gua perlindungan dan cahaya wahyu.
Surah Al-Kahfi merupakan salah satu surah terpanjang dalam Al-Qur'an, menempati urutan ke-18. Nama "Al-Kahfi" sendiri berarti "Gua", merujuk pada kisah utama di dalamnya mengenai sekelompok pemuda mukmin yang berlindung dari kekejaman kaum musyrik di sebuah gua. Surah ini memiliki kedudukan istimewa dalam Islam, terutama karena mengandung empat kisah besar yang menjadi pelajaran fundamental bagi umat manusia.
Secara umum, Surah Al-Kahfi membahas empat fitnah terbesar yang akan dihadapi manusia sepanjang zaman: fitnah harta dan kekayaan, fitnah ilmu dan pengetahuan, fitnah kekuasaan dan kejayaan, serta fitnah duniawi yang datang melalui hawa nafsu dan kesesatan (diwakili oleh kisah Dajjal). Memahami dan merenungkan isinya diyakini dapat menjadi benteng spiritual yang kuat.
Keutamaan membaca Surah Al-Kahfi sangat ditekankan dalam banyak hadis sahih. Salah satu keutamaan yang paling terkenal adalah pahala yang luar biasa bagi mereka yang membacanya pada hari Jumat. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa membaca surah ini pada hari Jumat akan memberinya cahaya (nur) yang menyinari dirinya dari satu Jumat ke Jumat berikutnya. Cahaya ini adalah perlindungan dari fitnah terbesar yang akan muncul menjelang akhir zaman, yaitu Dajjal.
Membaca sepuluh ayat pertama atau sepuluh ayat terakhir dari Surah Al-Kahfi juga diyakini memberikan perlindungan spesifik dari Dajjal. Ini menunjukkan betapa pentingnya kisah-kisah yang terkandung di dalamnya sebagai bekal untuk menghadapi ujian akhir zaman. Cahaya yang dijanjikan bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga berupa pencerahan spiritual dan pemeliharaan iman.
Kisah ini adalah inti dari surah ini. Sekelompok pemuda beriman terpaksa meninggalkan kota mereka demi mempertahankan akidah. Mereka tertidur di gua selama ratusan tahun. Kisah ini mengajarkan tentang pentingnya mempertahankan tauhid di tengah tekanan mayoritas, serta membuktikan kekuasaan Allah dalam mematikan dan menghidupkan kembali, sebagai pelajaran tentang Hari Kebangkitan.
Kisah ini menyoroti bahaya kesombongan karena harta benda. Pemilik kebun yang kaya raya lupa bersyukur kepada Allah setelah melihat hasil panennya melimpah. Ia bahkan menolak mengakui adanya hari pembalasan. Akhirnya, kebunnya hancur lebur, mengajarkan bahwa kekayaan duniawi bersifat sementara dan dapat hilang dalam sekejap jika melupakan pencipta-Nya. Ini adalah pelajaran tentang fitnah harta.
Pertemuan antara Nabi Musa dengan hamba Allah yang saleh, Khidir, mengajarkan tentang batasan pengetahuan manusia. Nabi Musa, seorang Nabi besar, tidak mampu memahami hikmah di balik tindakan Khidir yang tampak keliru (merusak perahu, membunuh anak, memperbaiki tembok). Pelajaran utama di sini adalah bahwa Allah memiliki ilmu yang luas, dan terkadang apa yang tampak buruk di mata kita mengandung kebaikan yang tersembunyi (fitnah ilmu). Kesabaran dan penyerahan diri total kepada kehendak Allah adalah kuncinya.
Dzulqarnain adalah seorang penguasa yang adil dan berkeliling dunia. Ketika menghadapi kaum yang diserang oleh Ya’juj dan Ma’juj (makhluk perusak), ia memanfaatkan kekuasaan dan sumber daya yang dianugerahkan Allah untuk membangun penghalang kokoh. Kisah ini memberikan teladan kepemimpinan yang bijaksana, menggunakan kekuasaan untuk kemaslahatan umum, serta mengingatkan bahwa segala kekuatan berasal dari izin Ilahi. Ini adalah pelajaran tentang fitnah kekuasaan dan kesabaran.
Surah Al-Kahfi bukan sekadar kumpulan kisah masa lalu, melainkan peta jalan spiritual yang relevan hingga akhir zaman. Keempat fitnah yang dibahas—harta, ilmu, kuasa, dan hawa nafsu—adalah ujian harian bagi setiap Muslim. Dengan rutin membaca dan merenungkan Surah ke-18 ini, seorang mukmin dibekali hikmah untuk menavigasi kompleksitas kehidupan modern, selalu ingat bahwa ketenangan hakiki hanya ditemukan dalam ketaatan kepada Allah SWT.