Memahami Inti dari Surat Al-Fatihah
Ayat ketiga dari Surah Al-Fatihah, yaitu مَّالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (Mālikiyawmiddīn), merupakan salah satu pilar pengakuan tauhid (keesaan Allah) yang sangat mendalam dalam Islam. Setelah memuji Allah dengan sifat Ar-Rahman (Maha Pengasih) dan Ar-Rahim (Maha Penyayang) pada ayat kedua, ayat ketiga ini menegaskan kekuasaan mutlak-Nya di masa depan.
Kata kunci dalam ayat ini adalah "Mālik" (مَّالِكِ) yang berarti Raja, Pemilik, atau Penguasa. Kata ini menekankan bahwa hanya Allah subhanahu wa ta'ala yang memiliki kedaulatan penuh. Kata ini berbeda tipis dengan kata "Malik" (dengan alif), meskipun sering kali dalam mushaf modern keduanya disamakan penulisannya untuk kemudahan. Dalam konteks tafsir, kedua kata ini merujuk pada otoritas absolut Allah.
Bagian kedua dari ayat ini adalah "Yawmiddīn" (يَوْمِ الدِّينِ), yang secara harfiah berarti "Hari Agama" atau, sebagaimana tafsiran yang lebih kuat dan umum diterima, "Hari Pembalasan" atau "Hari Penentuan." Hari ini adalah hari kiamat, saat semua manusia dibangkitkan dan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan mereka selama hidup di dunia.
Mengapa penekanan pada "Mālik" diletakkan bersamaan dengan "Yawmiddīn"? Ini adalah pengingat vital bagi seorang hamba yang sedang shalat. Dalam kehidupan duniawi, kita mungkin melihat penguasa-penguasa fana, hakim-hakim manusia, atau sistem yang kadang tidak berjalan adil. Namun, dengan mengucapkan ayat ini, seorang Muslim menyatakan keyakinan teguh bahwa di akhir segalanya, hanya Allah Yang Maha Adil yang akan menjadi Hakim tunggal. Tidak ada intervensi, tidak ada suap, tidak ada penundaan. Keputusan-Nya adalah final dan berdasarkan kebenaran murni.
Ayat ketiga ini berfungsi sebagai jembatan logis dalam narasi Al-Fatihah:
Keberadaan sifat Al-Mālik pada Hari Pembalasan ini sangat penting. Jika Allah bukan Raja yang Maha Kuasa, maka janji pembalasan (pahala bagi yang taat dan hukuman bagi yang maksiat) tidak memiliki kekuatan. Karena Dialah Raja Hari Pembalasan, maka setiap janji dan ancaman-Nya pasti akan terlaksana. Inilah inti dari penyerahan diri (Islam) yang total.
Bagi seorang Muslim, penghayatan terhadap "Mālikiyawmiddīn" membawa beberapa dampak spiritual yang mendalam:
Dengan demikian, ayat ketiga ini tidak hanya sekadar lafalan, tetapi sebuah deklarasi akidah yang mengikat seluruh pandangan hidup seorang Muslim, baik dalam harapan akan rahmat maupun kesadaran akan pertanggungjawaban.