Dalam tradisi keilmuan Islam, Al-Qur'an adalah wahyu Allah yang diwahyukan dalam bahasa Arab yang murni. Setiap kata, setiap huruf, memiliki kedudukan sakral. Namun, dalam beberapa cetakan atau mushaf modern, terutama yang ditujukan untuk panduan belajar cepat atau edisi khusus, kita sering menemukan penggunaan warna yang berbeda. Salah satu penanda visual yang menarik perhatian adalah ketika kita menemukan bagian dari Surah Al-Kahfi yang berwarna merah. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: Apakah warna merah tersebut memiliki makna spiritual intrinsik dalam teks aslinya, ataukah itu hanyalah alat bantu visual?
Penting untuk dipahami bahwa Al-Qur'an standar (Rasm Utsmani) tidak mencantumkan kode warna. Warna merah yang kita lihat pada Surah Al-Kahfi, atau surah lainnya, hampir selalu merupakan inisiatif dari penerbit atau pencetak mushaf. Tujuannya sangat praktis: untuk mempermudah pembacaan dan pemahaman tajwid (aturan pelafalan).
Misalnya, warna merah sering digunakan untuk menandai huruf-huruf yang memerlukan pemanjangan (madd), dengung (ghunnah), atau penekanan khusus saat melantunkan ayat. Dalam konteks ini, jika ada bagian dari Surah Al-Kahfi yang dicetak merah, kemungkinan besar itu adalah penekanan pada hukum tajwid di ayat-ayat tersebut, membantu para pembaca non-Arab atau pemula agar tidak keliru dalam pelafalan.
Terlepas dari fungsi warna penanda tajwid, Surah Al-Kahfi (Gua) itu sendiri memegang kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam, terutama karena keutamaannya dibaca setiap hari Jumat. Surah ini mengandung empat kisah utama yang menjadi benteng (pelindung) spiritual: kisah Ashabul Kahfi (Pemuda Gua), kisah pemilik kebun yang sombong, kisah Nabi Musa dengan Khidir, dan kisah Dzulkarnain. Keempat kisah ini secara kolektif membahas tema-tema ujian iman, kekayaan, ilmu pengetahuan, dan kekuasaan duniawi.
Jika warna merah merujuk pada bagian tertentu dalam surah ini, mungkin penerbit ingin menarik perhatian pembaca pada ayat-ayat kunci yang mengandung peringatan keras atau janji besar. Misalnya, ayat-ayat yang berkaitan dengan fitnah Dajjal (yang sering dikaitkan dengan ujian akhir zaman) atau ayat penutup yang menegaskan keabadian pahala bagi orang yang beramal saleh.
Secara simbolis, warna merah dalam banyak budaya sering diasosiasikan dengan peringatan, bahaya, atau kekuatan yang luar biasa. Dalam konteks Al-Kahfi, hal ini bisa diasosiasikan dengan tiga fitnah besar yang diangkat dalam surah ini: Fitnah Agama (Ashabul Kahfi), Fitnah Harta (Pemilik Kebun), dan Fitnah Ilmu/Kekuasaan (Nabi Musa dan Khidir). Penandaan merah mungkin secara tidak langsung bertujuan agar pembaca lebih berhati-hati dan memberikan perhatian lebih saat membaca ayat-ayat yang membahas jebakan-jebakan duniawi ini.
Namun, fokus utama kita harus tetap pada makna hakiki ayat tersebut, bukan sekadar warna yang menyertainya. Surah Al-Kahfi adalah undangan untuk mencari perlindungan (seperti pemuda yang berlindung di gua) dari kegelapan syubhat (keraguan) dan syahwat (hawa nafsu). Cahaya yang sejati datang dari iman dan amal saleh, sebagaimana ditegaskan dalam ayat penutupnya yang agung.
Riwayat menyebutkan bahwa membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jumat akan memancarkan cahaya dari bawah kaki hingga ke puncak langit bagi pembacanya. Cahaya ini merupakan metafora bagi petunjuk dan perlindungan ilahi. Oleh karena itu, baik ayat-ayatnya tercetak hitam standar maupun ada penanda surah Al-Kahfi yang berwarna merah untuk tajwid, substansi keutamaan membaca surah ini tetap tak tergoyahkan. Kita mengamalkannya karena perintah dan janji pahala dari Allah SWT, menjadikan surah ini sebagai kompas spiritual mingguan kita. Membaca dan merenungkan kisah-kisah di dalamnya membantu kita mempersiapkan diri menghadapi ujian hidup dengan bekal tauhid yang kokoh.