Surah Al-Lail (Malam) adalah surah ke-92 dalam urutan mushaf Al-Qur'an. Surah ini tergolong Makkiyah, yang berarti diturunkan sebelum Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah. Tema utama surah ini adalah tentang perbedaan jalan hidup manusia, bagaimana setiap perbuatan akan mendapatkan balasan yang setimpal, serta penegasan atas kekuasaan dan kemurahan Allah SWT.
Setiap ayat dalam Al-Qur'an memiliki bobot makna yang mendalam, dan Surah Al-Lail dibuka dengan sumpah-sumpah agung yang langsung menarik perhatian pembaca untuk merenungkan ciptaan Allah yang luar biasa. Ayat pertama ini menjadi fondasi bagi keseluruhan pesan yang akan disampaikan dalam surah ini, yaitu tentang waktu, perubahan, dan konsekuensi dari pilihan yang diambil oleh setiap individu.
Ayat pertama ini dimulai dengan sumpah Allah (Wa-l-laili idza yaghsya). Sumpah dalam Al-Qur'an selalu menunjukkan keagungan objek yang disumpah dan pentingnya pesan yang mengikuti. Malam (Al-Lail) adalah ciptaan yang sangat vital. Ketika malam datang dan "menutupi" atau "menyelimuti" (yaghsya), ia membawa ketenangan, mengakhiri hiruk pikuk siang hari, dan menjadi waktu istirahat bagi makhluk hidup.
Sumpah ini menekankan dualitas kehidupan. Siang adalah waktu usaha, kerja, dan perjuangan; sementara malam adalah waktu hening, refleksi, dan pemulihan. Allah bersumpah dengan fenomena ini untuk menunjukkan bahwa Dia yang menguasai pergantian waktu, Dialah yang mengatur siklus alam semesta. Kontras antara terang dan gelap ini menjadi metafora kuat bagi kontras antara kebenaran dan kebatilan, atau jalan yang baik dan jalan yang buruk dalam kehidupan manusia.
Penting untuk dicatat bahwa kata 'menutupi' (yaghsya) menyiratkan sifat menyeluruh. Malam tidak hanya datang sebentar, melainkan menyelimuti segala sesuatu dengan kegelapannya yang lembut. Ini mengingatkan kita bahwa meskipun kegelapan itu ada, itu adalah bagian dari rencana Ilahi yang membawa manfaat—yaitu istirahat.
Setelah bersumpah dengan malam, Allah melanjutkan dengan sumpah yang berpasangan, yaitu sumpah dengan siang yang terang (Ayat 2: "Wa-n-nahari idza tajalla"). Pasangan sumpah ini segera mengarahkan fokus pada perbedaan fundamental antara dua keadaan: malam yang menutupi dan siang yang menampakkan.
Mengapa sumpah ini penting? Karena kelanjutan ayat (Ayat 3 dan seterusnya) berbicara tentang perbedaan jalan yang ditempuh manusia. Ada yang menempuh jalan kemudahan (karena ketaatan), dan ada yang menempuh jalan kesulitan (karena kemaksiatan). Pergantian siang dan malam yang teratur dan pasti ini menjadi bukti nyata akan kekuasaan Allah yang Maha Pengatur. Jika Allah mampu mengatur kosmos dengan presisi sedemikian rupa—menyelimuti dengan malam dan menampakkan dengan siang—maka Dia juga sangat mampu mengatur dan membalas setiap amal perbuatan manusia.
Ayat 1 ini, dengan keindahan sumpah alamiahnya, berfungsi sebagai pengingat awal bahwa setiap tindakan yang kita lakukan terjadi dalam kerangka waktu yang diciptakan dan diatur oleh Tuhan. Tidak ada yang tersembunyi dari pengawasan-Nya, meskipun malam telah menutupi segalanya. Dengan merenungkan pergantian yang tak pernah gagal ini, seorang mukmin diharapkan semakin yakin akan janji-janji balasan yang akan diberikan di akhir babak kehidupan.