Ilustrasi Sumpah Malam Hari
Dalam Al-Qur'an, Allah SWT seringkali menggunakan sumpah sebagai bentuk penekanan terhadap suatu kebenaran atau peringatan. Sumpah-sumpah yang diucapkan oleh Sang Pencipta tidaklah main-main; ia selalu merujuk pada ciptaan-Nya yang agung dan memiliki hikmah mendalam. Salah satu rangkaian sumpah penting terdapat pada permulaan Surah Al-Lail (Malam), yaitu ayat 1 hingga 3. Ayat-ayat ini menjadi pondasi penting untuk memahami bagaimana Allah mengatur alam semesta dan apa implikasinya bagi kehidupan manusia.
Surah Al-Lail, yang berarti "Malam," diawali dengan sumpah yang menyoroti pergantian siang dan malam, dua fenomena alam yang fundamental bagi eksistensi kita. Memahami konteks sumpah ini membantu kita menyadari betapa luasnya kuasa Allah dan betapa teraturnya sistem alam semesta yang diciptakan-Nya.
Berikut adalah bunyi tiga ayat pertama Surah Al-Lail beserta terjemahan Indonesianya:
Allah bersumpah, "Demi malam apabila telah sunyi (gelap gulita)." Kata 'يَغۡشَىٰ' (yaghsa) mengandung makna menutupi atau menyelimuti secara total. Malam tidak hanya sekadar kurangnya cahaya; ia adalah kondisi di mana semua aktivitas duniawi mereda, memberikan ketenangan dan kesempatan bagi makhluk untuk beristirahat, memulihkan energi, serta merenung dalam kesunyian. Sumpah ini menekankan pentingnya ketenangan batin yang seringkali hanya dapat dicapai ketika hiruk pikuk dunia mereda di malam hari. Bagi seorang mukmin, malam adalah waktu utama untuk bermunajat dan beribadah dengan khusyuk.
Kemudian Allah melanjutkan dengan sumpah, "Dan siang apabila terang benderang." Jika malam adalah waktu untuk ketenangan, siang adalah waktu untuk usaha dan perjuangan. Kata 'تَجَلَّىٰ' (tajalla) berarti menampakkan diri dengan jelas dan terang. Cahaya matahari yang menghilangkan kegelapan adalah simbol kejelasan, aktivitas, rezeki, dan manifestasi nyata dari kuasa Allah dalam mengatur kehidupan. Kontras antara malam yang menyelimuti dan siang yang menerangi menunjukkan keseimbangan sempurna dalam ciptaan-Nya. Keduanya adalah nikmat yang tak ternilai harganya.
Ayat ketiga mengalihkan sumpah dari fenomena alam kepada ciptaan hidup yang paling signifikan: "Dan penciptaan laki-laki dan perempuan." Ini adalah sumpah atas perbedaan jenis kelamin. Dalam pandangan ilmiah dan teologis, penciptaan dua jenis yang saling melengkapi (laki-laki dan perempuan) adalah fondasi keberlangsungan spesies manusia dan kehidupan secara umum. Ayat ini menyiratkan bahwa dalam perbedaan dan kesalingtergantungan antara keduanya terdapat rahasia besar dan ketetapan ilahi yang harus dihormati dan disyukuri. Penciptaan ini adalah bukti nyata kebesaran dan kebijaksanaan Allah dalam merancang tatanan sosial dan biologis.
Rangkaian sumpah dalam surah Al-Lail ayat 1-3 ini bertujuan untuk menstimulasi pemikiran audiens (Nabi Muhammad SAW dan umatnya) mengenai skala kekuasaan Tuhan.
Dengan merenungi sumpah-sumpah agung ini, seorang Muslim diajak untuk selalu mengingat bahwa setiap detiknya—baik dalam terang maupun dalam gelap—berada di bawah pengawasan dan ketetapan Sang Pencipta, dan bahwa setiap usaha yang dilakukan akan diperhitungkan setimpal dengan cara kerja alam semesta yang telah diikrarkan oleh Allah SWT.