Surah Al-Qadr, yang juga dikenal sebagai Surah Inna Anzalnahu, adalah salah satu permata dalam Al-Qur'an yang memiliki kedalaman makna luar biasa. Meskipun hanya terdiri dari lima ayat pendek, surah ini memuat rahasia besar tentang malam paling mulia dalam Islam: Malam Lailatul Qadr. Memahami ayat pertama hingga ketiga memberikan landasan penting mengenai peristiwa agung yang terjadi pada malam tersebut.
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada Malam Qadar.
Ayat pertama dibuka dengan penekanan kuat menggunakan kata "Innaa" (Sesungguhnya Kami). Penegasan ini segera menarik perhatian pembaca atau pendengar, menandakan bahwa informasi yang disampaikan adalah kebenaran mutlak dari Allah SWT. Kata "Kami" (Anzalnaa) merujuk kepada Allah SWT, menegaskan otoritas tunggal dalam menurunkan wahyu. Objek penurunan adalah "hu" (nya), yang secara jelas merujuk kepada Al-Qur'an. Peristiwa ini tidak terjadi pada malam biasa, melainkan pada Lailatul Qadr.
Penurunan Al-Qur'an pada malam ini adalah peristiwa monumental dalam sejarah umat manusia. Al-Qur'an, sebagai pedoman hidup, rahmat, dan pembeda antara hak dan batil, dipilih untuk mulai diturunkan pada malam yang sangat istimewa ini. Ini menunjukkan betapa mulianya Al-Qur'an itu sendiri, sehingga awal penurunannya pun disandingkan dengan kemuliaan waktu.
Dan tahukah kamu apakah Malam Qadar itu?
Ayat kedua menggunakan konstruksi pertanyaan retoris yang sangat populer dalam Al-Qur'an: "Wa maa adraaka...?" (Dan tahukah kamu...?). Dalam konteks ini, pertanyaan ini tidak bermaksud mencari jawaban faktual, melainkan untuk menimbulkan rasa takjub dan mengarahkan pikiran manusia agar merenungkan betapa dahsyat dan tak terbayangkannya kemuliaan Malam Qadar tersebut. Jika Nabi Muhammad SAW—yang merupakan manusia paling mulia dan menerima wahyu—dipertanyakan apakah beliau benar-benar mengetahui hakikatnya, ini mengindikasikan bahwa kemuliaan malam ini melampaui pemahaman akal manusia biasa.
Ayat ini berfungsi sebagai jembatan dramatis. Setelah menegaskan peristiwa penurunan (Ayat 1), Allah SWT mengangkat misteri dan keagungan malam itu ke tingkat yang lebih tinggi, mempersiapkan jiwa pendengar untuk menerima penjelasan definitif pada ayat selanjutnya.
Malam Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.
Ayat ketiga memberikan jawaban yang lugas dan memukau terhadap pertanyaan di ayat kedua. Malam Qadar lebih baik daripada seribu bulan. Perbandingan ini menggunakan perhitungan waktu yang sangat signifikan. Seribu bulan setara dengan kurang lebih 83 tahun—sepanjang usia manusia normal. Keutamaan ibadah yang dilakukan pada satu malam ini setara dengan beribadah tanpa henti selama hampir seumur hidup.
Keutamaan ini menunjukkan bahwa nilai sebuah waktu tidak diukur dari durasinya, melainkan dari kualitas dan keberkahan yang terkandung di dalamnya. Malam Qadar adalah kesempatan emas di mana amal saleh dilipatgandakan pahalanya secara drastis. Hal ini memberikan motivasi besar bagi umat Islam untuk berupaya keras menghidupkan malam-malam terakhir di bulan Ramadan, mencari malam yang penuh berkah ini, karena di dalamnya terdapat peluang untuk meraih pahala yang melampaui usia bumi.
Singkatnya, tiga ayat pertama Surah Al-Qadr menegaskan tiga poin fundamental: pertama, Al-Qur'an diturunkan di malam yang agung; kedua, keagungan malam itu tidak terbayangkan; dan ketiga, nilai ibadah di malam itu melampaui waktu yang sangat panjang.