Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat yang sangat dianjurkan untuk dibaca setiap hari Jumat dalam tradisi umat Islam. Salah satu tema sentral dalam surat ini adalah peringatan keras mengenai tipu daya dunia, terutama berkaitan dengan harta kekayaan dan keturunan. Ayat yang paling lugas dalam menyampaikan peringatan ini adalah Surat Al-Kahfi ayat 39.
Teks dan Terjemahan Surat Al-Kahfi Ayat 39
Ayat ini merupakan kelanjutan dari dialog antara pemilik kebun yang sombong dengan temannya yang mengingatkannya akan kebesaran Allah SWT. Pemilik kebun yang kufur nikmat ini justru merasa lebih unggul dan meremehkan nasihat temannya, membanggakan hartanya yang melimpah.
Konteks Peringatan: Kesombongan Atas Nikmat Dunia
Ayat 39 secara spesifik menyoroti sebuah kondisi mental yang berbahaya: kesombongan yang lahir dari perbandingan harta. Orang tersebut tidak hanya bangga dengan apa yang dimilikinya, tetapi juga merendahkan orang lain—bahkan orang yang menasihatinya—karena merasa lebih kaya, baik secara materi maupun jumlah pengikut atau keturunan.
Peringatan pertama yang harus kita tangkap adalah urgensi untuk selalu mengakui bahwa semua yang kita miliki adalah titipan dan kehendak Allah. Ketika seseorang melupakan kalimat "Mā shā'a Allāh" (Inilah kehendak Allah), ia telah membuka pintu bagi kesombongan. Lisan yang mengucapkan pujian itu akan menjadi penyelamat spiritual, mengingatkan bahwa kekayaan itu bisa hilang kapan saja, sesuai kuasa Sang Pemberi.
Dalam konteks modern, ayat ini sangat relevan. Di era media sosial dan persaingan ekonomi yang ketat, banyak orang terjebak dalam jebakan membandingkan pencapaian hidup. Perbandingan ini sering kali menghilangkan rasa syukur dan menggantinya dengan rasa superioritas yang dangkal. Harta yang dipamerkan, jabatan yang diraih, atau jumlah "followers" yang dimiliki, bisa menjadi sumber kesombongan yang menjauhkan seseorang dari kebenaran hakiki.
Ancaman Kehancuran yang Menyertai Kesombongan
Meskipun ayat 39 belum menunjukkan azabnya secara langsung, ayat-ayat berikutnya (ayat 40 dan seterusnya) langsung menjelaskan konsekuensi dari kesombongan tersebut. Pemilik kebun tersebut akhirnya menyadari bahwa kekayaannya tidak abadi. Ia menyaksikan bagaimana semua hasil jerih payahnya hancur lebur.
Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kekayaan duniawi ibarat bangunan yang didirikan di atas pasir. Ia bisa lenyap dalam sekejap mata—bisa karena bencana alam, krisis ekonomi, atau bahkan kematian itu sendiri. Ketika kematian datang, semua kekayaan materi tidak bisa dibawa mati. Yang tersisa hanyalah amal perbuatan dan iman kita. Oleh karena itu, Surat Al-Kahfi mengingatkan kita untuk berinvestasi pada keabadian (akhirat) bukan pada kefanaan (dunia).
Pelajaran Praktis dari Surat Al-Kahfi Ayat 39
Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita ambil untuk memperkuat iman kita:
- Mengucapkan "Mā shā'a Allāh": Selalu sertakan pujian kepada Allah ketika melihat nikmat, baik milik sendiri maupun milik orang lain. Ini menjaga hati dari iri hati dan kesombongan.
- Menghargai Keseimbangan Spiritual: Kekayaan materi tidak sama dengan kekayaan spiritual. Pemilik kebun itu kaya harta, namun miskin iman dan nasihat. Kita harus mengutamakan hubungan dengan Allah daripada akumulasi duniawi.
- Sikap Tawadhu (Rendah Hati): Kesombongan terhadap harta adalah salah satu penyakit hati yang paling berbahaya. Merendahkan orang lain karena perbedaan status sosial atau materi adalah tindakan yang dibenci Allah.
Pada akhirnya, Surat Al-Kahfi ayat 39 adalah pengingat kuat bahwa dunia ini adalah ujian, dan harta benda hanyalah alat ukur seberapa bersyukurkah kita kepada Tuhan yang Maha Pengatur. Jangan sampai kita menjadi seperti pemilik kebun yang menyesal di penghujung hari ketika semua kemegahannya telah kembali menjadi debu.