Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat yang sangat dianjurkan untuk dibaca setiap hari Jumat karena mengandung kisah-kisah teladan yang relevan hingga akhir zaman, termasuk pelajaran tentang ujian harta, ilmu, kekuasaan, dan iman. Di antara ayat-ayat kunci dalam surat ini adalah ayat ke-47, yang secara gamblang menjelaskan perbandingan antara gemerlap kehidupan dunia yang fana dengan hakikat kehidupan akhirat yang kekal.
Meskipun ayat 47 sering dikutip bersamaan dengan ayat 48 yang membahas tentang diperhadapkannya manusia kepada Tuhan mereka, ayat 47 sendiri memberikan gambaran visual yang sangat dahsyat mengenai kehancuran total tatanan duniawi. Ayat ini berfungsi sebagai pengingat bahwa semua struktur, kekayaan, dan kemegahan yang kita bangun di muka bumi ini akan musnah dan lenyap tanpa bekas saat Hari Kiamat tiba.
Allah SWT melukiskan momen tersebut dengan kata-kata yang tajam: "Dan ingatlah hari (ketika) Kami perjalankan gunung-gunung..." (wa yawma nussayyiru al-jibāl). Gunung, yang selama ini dianggap sebagai simbol keabadian, keteguhan, dan kekuatan alam, akan dihilangkan dari tempatnya seolah-olah ia hanyalah debu yang diterbangkan. Ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang kita anggap kokoh di dunia ini sejatinya rapuh di hadapan kekuasaan mutlak Allah.
Selanjutnya, ayat ini menyebutkan: "...dan kamu akan melihat bumi datar dan rata..." (wa taral-arḍa bārizatan). Hilangnya gunung dan kerataan bumi menunjukkan lenyapnya semua bentuk dan topografi yang menjadi ciri khas planet kita. Tidak ada lagi lembah, bukit, atau perbedaan ketinggian. Semua menjadi satu hamparan luas, siap untuk menjadi saksi sekaligus arena bagi penghakiman terbesar.
Puncak dari gambaran kehancuran ini adalah penegasan tentang pengumpulan total: "...dan Kami kumpulkan mereka (seluruh manusia) dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka." (wa ḥasharnāhum fa lam nughādir minhum aḥadā). Tidak peduli siapa Anda di dunia—raja, ulama, orang kaya, atau orang miskin—semua akan dikumpulkan. Tidak ada yang luput dari panggilan tersebut. Ayat ini menggarisbawahi prinsip kesetaraan mutlak di hadapan Allah; status duniawi menjadi tidak berarti sama sekali.
Mengapa Al-Kahfi 47 penting dalam konteks kehidupan modern? Di era materialisme dan pencapaian duniawi yang serba cepat, banyak manusia disibukkan dengan akumulasi harta, pembangunan infrastruktur megah, dan ambisi kekuasaan yang seringkali melampaui batas-batas moral. Ayat ini berfungsi sebagai penyeimbang spiritual. Ia memaksa kita untuk bertanya: Seberapa besar investasi kita pada hal-hal yang akan lenyap bersamaan dengan bergeraknya gunung-gunung?
Fokus yang seimbang antara amal jariyah, hubungan vertikal (ibadah), dan hubungan horizontal (kebaikan kepada sesama) adalah investasi yang tidak akan termakan oleh goncangan Hari Kiamat. Ketika bumi telah menjadi datar dan semua tumpukan harta telah sirna, yang tersisa hanyalah catatan amal perbuatan kita.
Oleh karena itu, memahami kedalaman ayat ini adalah kunci untuk menempatkan prioritas hidup dengan benar. Kita harus menjalani hidup seolah-olah kita akan berpisah dengannya esok hari, namun tetap beramal seolah-olah kita akan hidup selamanya—sebuah paradoks indah yang dicerminkan dalam ajaran Al-Qur'an. Keindahan Surat Al-Kahfi terletak pada kemampuannya untuk senantiasa mengingatkan pemeluknya agar tidak terlena oleh ilusi kefanaan dunia, sebagaimana yang ditegaskan dalam ayat 47 ini.