Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat penting dalam Al-Qur'an yang sarat dengan pelajaran hidup, terutama terkait ujian keimanan, kesabaran, dan pandangan kita terhadap dunia. Di antara ayat-ayatnya yang monumental, Surat Al Kahfi ayat 79 memberikan landasan filosofis yang kuat mengenai cara memandang rezeki dan harta benda. Ayat ini adalah kunci untuk memahami bahwa nilai sejati sesuatu terletak pada manfaatnya, bukan pada kuantitasnya.
Kisah Nabi Musa dan Khidir dalam Surat Al-Kahfi (ayat 60-82) adalah sebuah babak pendidikan ilahiah. Peristiwa perusakan kapal pada ayat 71-72 dan pembunuhan anak pada ayat 74-77 adalah ujian kesabaran terhadap apa yang tampak buruk. Namun, titik balik penting datang ketika Khidir menjelaskan makna di balik tindakannya.
Fokus utama dalam pelajaran ini adalah perbedaan antara tampilan luar dan substansi batin. Kapal yang dirusak tampak seperti kerugian materi yang nyata, namun tujuan Khidir adalah melindungi kapal tersebut dari perampasan oleh raja zalim—sebuah tujuan mulia yang menyelamatkan harta yang lebih besar. Di sisi lain, harta karun yang tersembunyi di bawah dinding anak yatim pada Surat Al Kahfi ayat 79/80 (dalam konteks kisah) adalah rezeki yang dilindungi oleh Allah SWT. Meskipun tersembunyi (tidak terlihat bermanfaat saat itu), nilai intrinsiknya sangat besar karena akan digunakan untuk kemaslahatan di masa depan.
Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa rezeki (harta) yang datang kepada kita harus dinilai bukan dari seberapa besar volumenya atau seberapa jelas manfaatnya saat ini, melainkan dari tujuan akhir yang hendak dicapai oleh Pemberi rezeki tersebut.
Dalam konteks spiritual, pelajaran mendalam dari kisah ini adalah bahwa ilmu sejati (yang diwakili oleh Khidir) seringkali menuntut kita untuk menerima takdir yang logikanya sulit dipahami oleh akal dangkal kita. Surat Al Kahfi ayat 79 (dan konteks kisah) menegaskan bahwa Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya, baik itu menghilangkan harta yang tampak baik demi mencegah keburukan, maupun melindungi harta yang tersembunyi demi mendatangkan kebaikan di kemudian hari.
Di era modern, pelajaran ini sangat relevan. Kita seringkali terobsesi dengan kekayaan yang terlihat (jabatan tinggi, aset besar) tanpa melihat dampak jangka panjangnya. Jika harta kita membuat kita lalai, angkuh, atau menjauh dari ketaatan, maka harta tersebut ibarat kapal yang akan dirampas. Sebaliknya, amal kecil yang kita lakukan dengan niat ikhlas, yang mungkin tidak memberikan keuntungan materi instan, adalah harta karun tersembunyi yang dijaga untuk kita di hari akhir.
Memahami Surat Al Kahfi ayat 79 dan kisah lanjutannya membebaskan kita dari belenggu penilaian materialistis. Kita diajak untuk melihat hikmah di balik setiap kejadian rezeki—apakah ia adalah sarana untuk ujian jangka pendek, ataukah ia adalah benih yang ditanam untuk panen abadi. Keberkahan sejati terletak pada manfaat yang ditimbulkannya, bukan pada bentuk lahiriahnya.