Surat Al-Lail (Malam) adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang penuh dengan hikmah mendalam mengenai berbagai kontras dalam kehidupan, dan bagaimana amal perbuatan manusia akan menentukan nasib mereka di akhirat. Khususnya, ayat 19 hingga 21 memberikan penegasan kuat mengenai esensi pengorbanan sejati yang ditujukan hanya untuk mencari keridhaan Allah SWT.
Teks dan Terjemahan Surat Al-Lail Ayat 19-21
Berikut adalah lafal ayat-ayat yang menjadi fokus kajian ini, beserta terjemahannya:
Konteks dan Kedalaman Makna Ayat 19-21
Tiga ayat terakhir dari Surat Al-Lail ini berfungsi sebagai penutup yang komprehensif atas pembahasan mengenai kontras antara orang yang berinfak karena mengharapkan keridhaan Allah (yang dibahas pada ayat-ayat sebelumnya) dan orang yang kikir. Inti dari ayat-ayat ini berkisar pada konsep kehendak bebas manusia (ikhtiar) dan kehendak mutlak Allah (iradah).
Ayat 19: Seruan untuk Menjadi Pengambil Jalan
Ayat ke-19 menyatakan, "Sesungguhnya ini (Al-Qur'an) adalah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menghendaki, ia mengambil jalan kepada Tuhannya." Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur'an bukan sekadar bacaan, melainkan peringatan serius. Peringatan ini harus ditindaklanjuti dengan sebuah pilihan sadar. Jika seseorang telah menerima peringatan ini dan memahami konsekuensi dari amalannya (seperti memberi tanpa pamrih), maka ia diberi kebebasan untuk memilih jalan yang membawanya kepada Allah. Ini adalah jembatan antara menerima nasihat dan implementasi nyata dalam kehidupan.
Ayat 20: Ketergantungan Mutlak pada Kehendak Allah
Namun, kebebasan memilih ini tidak berdiri sendiri. Ayat 20 memberikan batasan penting: "Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah." Ini adalah konsep tafwidh (penyerahan) yang dikombinasikan dengan taufik (pertolongan ilahi). Manusia diberikan kemampuan berpikir dan memilih, tetapi kemampuan untuk benar-benar istiqomah dan berhasil menempuh jalan kebaikan sepenuhnya bergantung pada izin dan pertolongan Allah. Ayat ini mengajarkan kerendahan hati; kita berusaha semaksimal mungkin, tetapi hasil akhir dan kemampuan untuk berbuat baik adalah karunia-Nya. Keberadaan Allah sebagai 'Aliman Hakimā (Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana) menjamin bahwa ketetapan-Nya pasti mengandung ilmu dan hikmah tertinggi, meskipun terkadang tidak kita pahami.
Implikasi Rahmat dan Azab (Ayat 21)
Ayat terakhir dalam rangkaian ini memberikan konsekuensi logis dari kehendak Allah tersebut:
- Rahmat Allah (Bagi yang Dipilih): "Dia memasukkan siapa yang Dia kehendaki ke dalam rahmat-Nya." Rahmat di sini adalah surga dan segala kemuliaan di sisi-Nya. Siapa yang dimasukkan ke dalam rahmat-Nya adalah mereka yang sungguh-sungguh telah memilih jalan yang benar (ayat 19) dan diberi kemampuan oleh Allah untuk melakukannya (ayat 20). Ini adalah puncak dari segala keberuntungan.
- Azab bagi yang Zalim: "Dan orang-orang yang zalim, disediakan-Nya bagi mereka azab yang pedih." Orang yang zalim di sini merujuk pada mereka yang menolak peringatan, enggan berinfak di jalan Allah, atau yang berbuat syirik. Mereka telah menggunakan kehendak bebas mereka untuk memilih jalan kesesatan, dan karena itu, mereka akan menerima konsekuensi yang adil dan pedih dari kebijaksanaan Allah.
Ayat 19 sampai 21 menyatukan tiga pilar penting dalam teologi Islam: tanggung jawab manusia (ikhtiar), ketergantungan total kepada Tuhan (tawakkal), dan kepastian adanya pembalasan (hari pembalasan).
Mengapa Ayat Ini Penting untuk Kontemplasi?
Kajian mendalam terhadap Surat Al-Lail ayat 19-21 sangat krusial dalam membentuk mentalitas seorang Muslim:
- Mendorong Amal Saleh: Kesadaran bahwa Al-Qur'an adalah peringatan dan kita harus memilih jalan Allah memotivasi kita untuk beramal saleh, terutama dalam hal kedermawanan seperti yang dibahas sebelumnya dalam surat tersebut.
- Menghilangkan Kesombongan: Ayat 20 mencegah manusia merasa bahwa keberhasilan ibadah semata-mata karena usaha kerasnya. Ia menanamkan rasa syukur karena telah diberi hidayah dan taufik untuk melakukan kebaikan.
- Memperkuat Harapan dan Rasa Takut: Dengan adanya janji Rahmat (bagi yang taat) dan ancaman azab (bagi yang zalim), ayat ini menyeimbangkan antara harapan (raja') akan ampunan Allah dan rasa takut (khauf) terhadap siksa-Nya, dua sayap yang harus dimiliki seorang hamba dalam beribadah.
Pada akhirnya, ayat 19-21 menegaskan bahwa pintu rahmat Allah selalu terbuka bagi mereka yang berkehendak mencari-Nya. Namun, keinginan itu harus selaras dengan kehendak Ilahi, yang mana hal ini terwujud melalui ketaatan total dan kerendahan hati.