Ilustrasi usaha manusia di tengah kegelapan malam.
Surat Al-Lail (Malam) adalah surat ke-92 dalam Al-Qur'an yang membahas tentang perbedaan nasib manusia berdasarkan tindakan mereka, khususnya dalam konteks kedermawanan dan ketakwaan. Ayat ketiga dari surat ini memiliki posisi penting dalam rangkaian sumpah Allah yang diletakkan di awal surat. Ayat ini secara spesifik menyoroti salah satu kondisi yang menyebabkan perbedaan besar dalam perhitungan akhirat.
Ayat ini (ayat ke-3) melanjutkan sumpah Allah SWT yang diawali pada ayat 1 dan 2. Sumpah ini adalah penegasan serius dari Allah atas kebenaran pesan yang akan disampaikan setelahnya. Ayat ini berfokus pada fenomena alam yang universal, yaitu kegelapan malam.
Kata kunci dalam ayat ini adalah "والليل إذا يغشى". Kata "yaghsha" (يَغْشَىٰ) berasal dari akar kata yang berarti menutupi, meliputi, atau menyelimuti. Ketika malam tiba dan menutupi bumi, ia menyelimuti segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Kegelapan malam menciptakan suasana yang berbeda drastis dari siang hari.
Dalam konteks tafsir, penekanan pada malam memiliki beberapa implikasi:
Penting untuk memahami bahwa ayat 3 ini bukanlah inti pembahasan utama, melainkan pembuka jalan. Ayat-ayat selanjutnya (ayat 4 dan seterusnya) akan menjelaskan apa yang membedakan nasib manusia. Setelah bersumpah atas siang (ayat 1), malam (ayat 3), dan apa yang menciptakannya (ayat 2), Allah SWT kemudian menyebutkan tujuan sumpah tersebut:
إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ (Sesungguhnya usahamu pasti berbeda-beda.) (QS. Al-Lail: 4)
Perbedaan usaha (sa'iy) inilah yang akan menentukan balasan. Lantas, bagaimana kegelapan malam berhubungan dengan perbedaan usaha tersebut? Para mufassir menjelaskan:
Surat Al-Lail, yang diawali dengan sumpah demi malam yang menutupi, mengajarkan kita bahwa nilai sejati seorang mukmin sering kali teruji bukan dalam kemuliaan dan sorotan siang hari, melainkan dalam kegelapan dan kesendirian malam. Ketaatan yang dilakukan saat tidak ada yang melihat adalah bukti keikhlasan yang tertinggi.
Bagi seorang Muslim, malam hari adalah momentum emas. Ini adalah kesempatan untuk melaksanakan salat Tahajjud, membaca Al-Qur'an, berzikir, atau merenungkan kebesaran Allah tanpa gangguan duniawi. Ketika hati merasa berat atau ketika cobaan terasa menyesakkan seperti malam yang pekat, ingatlah bahwa Allah menyaksikan setiap langkah usaha kita. Kegelapan malam yang menyeluruh ini justru menonjolkan amal-amal kecil yang dilakukan dengan niat tulus.
Oleh karena itu, bersandar pada sumpah Allah terhadap malam yang menutupi ini, seorang mukmin harus memastikan bahwa usaha (amal) yang dilakukan, meskipun tersembunyi dari pandangan manusia, akan membuahkan hasil yang terang benderang di hadapan Allah SWT di akhirat kelak, sesuai dengan janji-Nya bahwa setiap usaha manusia pasti akan diperhitungkan dan dibalas sesuai kadarnya.
Memahami Surat Al-Lail ayat 3 adalah memahami bahwa Allah menggunakan fenomena alam terbesar—penutupan total oleh kegelapan malam—sebagai saksi atas kebenaran bahwa segala perbuatan manusia, baik yang tampak maupun yang tersembunyi dalam bayang-bayang, akan mendapatkan balasan yang setimpal di hari pembalasan.