Al-Qur'an terdiri dari 114 surat yang masing-masing membawa petunjuk dan hikmah mendalam. Salah satu surat yang sering dibaca dan direnungkan adalah Surat Al-Lail, surat ke-92 dalam urutan mushaf. Surat ini tergolong dalam golongan surat Makkiyyah, diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah. Nama "Al-Lail" sendiri diambil dari kata pertama ayatnya, yang berarti "Malam".
Surat Al-Lail memiliki jumlah ayat yang relatif pendek, hanya terdiri dari 21 ayat. Meskipun ringkas, kandungan maknanya sangat padat, berpusat pada tema fundamental dalam Islam: perbedaan jalan hidup manusia, hakikat kebajikan sejati, serta janji pahala dan ancaman bagi mereka yang berbeda pilihan dalam amal perbuatannya. Surat ini mengajak pembaca untuk merenungkan siang dan malam, sebagai simbol kontras dalam kehidupan.
Pembukaan Surat Al-Lail dimulai dengan sumpah Allah SWT demi fenomena alam yang saling berpasangan: malam apabila menutupi siang. Sumpah ini memberikan penekanan serius terhadap kebenaran pesan yang akan disampaikan selanjutnya. Allah bersumpah bahwa usaha manusia itu berbeda-beda. Ada yang mengarahkan hidupnya menuju kebaikan dan kesalehan, dan ada pula yang memilih jalan kesesatan dan kemaksiatan.
Ayat-ayat selanjutnya menegaskan bahwa barangsiapa yang mendonasikan hartanya di jalan Allah (berinfaq) dan bertakwa kepada-Nya, serta membenarkan adanya hari pembalasan, maka Allah akan memudahkannya menuju jalan kemudahan (surga). Kontrasnya, bagi mereka yang kikir, merasa cukup dengan hartanya, dan mendustakan kebenaran, maka baginya akan disiapkan jalan kesukaran (neraka).
Salah satu pesan penting dari surat Al-Lail surat ke 92 ini adalah tentang pandangan terhadap harta kekayaan. Surat ini menjelaskan bahwa kekayaan hanyalah sarana, bukan tujuan akhir. Orang yang kikir seringkali terpedaya oleh asumsi bahwa hartanya akan menjamin keabadian atau kemuliaan tanpa perlu bersyukur dan beramal saleh. Padahal, kemuliaan sejati di sisi Allah bukan diukur dari kuantitas harta, melainkan dari kualitas takwa dan kedermawanan.
Allah SWT mengingatkan bahwa tugas manusia adalah berusaha mencari keridhaan-Nya, bukan hanya mengumpulkan harta duniawi. Memberi sedekah adalah bukti konkret dari keimanan seseorang bahwa ada kehidupan setelah kematian yang jauh lebih kekal dan berharga. Ini adalah ujian mendasar yang disajikan oleh Allah kepada setiap individu.
Puncak dari pembahasan surat ini adalah janji balasan bagi orang yang bersedekah dan bertakwa. Ayat 17 hingga 21 memberikan jaminan luar biasa: "Dan adapun orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah, maka ia benar-benar akan diredhai." Janji "diredhai" ini mencakup keridhaan di dunia dan puncak kebahagiaan di akhirat.
Penting untuk dicatat bahwa kedermawanan yang diterima di sisi Allah adalah yang dilakukan semata-mata karena mencari ridha-Nya, tanpa mengharapkan pujian dari manusia atau balasan duniawi. Surat Al-Lail ini menjadi pengingat abadi bahwa kehidupan adalah proses penyiapan bekal. Ketika malam tiba, saatnya manusia menelusuri jejak amalnya sepanjang hari. Memilih berbuat baik di tengah godaan duniawi adalah bentuk ketaatan tertinggi. Memahami konteks surat Al-Lail surat ke-92 ini membantu seorang Muslim menata prioritas hidupnya agar tidak tersesat oleh ilusi kekayaan sesaat.
Surat Al-Lail, surat ke-92, adalah nasihat tegas tentang pilihan moral yang menentukan nasib akhirat. Surat ini mengajak kita untuk selalu waspada terhadap godaan kekikiran dan egoisme. Dengan bersedekah, bertakwa, dan membenarkan adanya hari perhitungan, kita menjamin kemudahan hidup di dunia dan keridhaan abadi di sisi Allah SWT.