Ilustrasi sederhana: Tentara Gajah yang menuju kehancuran.
Surat Al-Fil (Surat Gajah) adalah surat ke-105 dalam Al-Qur'an. Ia menceritakan kisah luar biasa tentang upaya penghancuran Ka'bah oleh pasukan besar yang dipimpin oleh Abrahah, raja Yaman, dengan bantuan pasukan gajah. Ayat ketiga dari surat ini sangat ringkas namun sarat makna.
"Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (rencana jahat mereka) sia-sia (tersesat)?"
Ayat ketiga ini muncul setelah ayat pertama dan kedua yang menegaskan peristiwa besar yang terjadi sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ayat pertama menanyakan tentang bagaimana Allah memperlakukan pasukan gajah, dan ayat kedua menjelaskan bahwa Allah telah menggagalkan tipu muslihat mereka. Ayat ketiga kemudian menjadi penegasan ulang yang kuat. Pertanyaan retoris "Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka sia-sia?" berfungsi bukan untuk mencari jawaban, melainkan untuk menegaskan fakta yang tak terbantahkan: rencana buruk Abrahah benar-benar digagalkan oleh intervensi ilahi.
Rencana Abrahah sangat ambisius dan didukung oleh kekuatan militer yang belum pernah terlihat di wilayah Arab saat itu. Menggunakan gajah sebagai senjata perang adalah simbol kekuatan militer absolut. Namun, keangkuhan ini berhadapan langsung dengan kekuasaan Allah SWT. Ketika Allah berkehendak, kekuatan sebesar apapun menjadi tidak berarti.
Frasa kunci dalam ayat ini adalah "kaidahum fii tadlil", yang sering diterjemahkan sebagai "membuat tipu daya mereka tersesat" atau "sia-sia".
Kisah Al-Fil ini menjadi peringatan abadi bagi umat manusia bahwa kekuatan materi dan strategi perang tercanggih sekalipun tidak ada artinya jika berlawanan dengan kehendak Sang Pencipta. Kisah ini juga menjadi pemuliaan bagi Ka'bah dan bangsa Quraisy (meskipun mereka saat itu masih dalam masa jahiliyah) karena Allah telah menunjukkan perlindungan-Nya secara nyata, yang kemudian menjadi salah satu faktor peningkatan kehormatan mereka di mata suku-suku lain sebelum datangnya Islam.
Meskipun peristiwa ini terjadi pada masa lampau, relevansi ayat ini tetap kuat. Dalam konteks modern, kita dapat melihat banyak contoh di mana kekuatan besar, kekayaan melimpah, atau strategi politik yang rumit gagal total karena melupakan prinsip-prinsip moral dan etika dasar, atau karena menentang kebenaran yang hakiki.
Ayat ke-3 Surat Al-Fil mengajarkan kerendahan hati. Ketika kita merencanakan sesuatu yang besar, kita harus selalu mengingat batasan kemampuan manusia. Kekuatan sejati bukan terletak pada jumlah pasukan atau kecanggihan teknologi, melainkan pada dukungan ilahi. Mengandalkan kekuatan diri sendiri secara berlebihan adalah bentuk kesombongan yang setara dengan Abrahah membawa gajahnya menuju Baitullah. Pada akhirnya, rencana terbaik adalah rencana yang selaras dengan kehendak Allah, karena hanya rencana-Nya yang tidak akan pernah menjadi sia-sia.
Oleh karena itu, setiap kali kita membaca atau merenungkan "Alam yaj'al kaidahum fii tadlil," kita diingatkan bahwa rencana jahat sekecil apapun, atau kesombongan sekecil apapun, akan berakhir dengan kegagalan jika tidak didasari oleh ketakwaan dan kesadaran akan kebesaran Tuhan yang Maha Kuasa.