ONE Tauhid

Ilustrasi konsep keesaan

Memahami Surat Al-Ikhlas: Ayat Ketiga

Fokus Pada: Tuliskan Surat Al Ikhlas Ayat Ke 3

Surat Al-Ikhlas, yang secara harfiah berarti "Memurnikan Keimanan", adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an (Surah ke-112). Meskipun singkat, kedalamannya mengenai hakikat Allah SWT sangatlah fundamental. Surat ini sering disebut sebagai sepertiga Al-Qur'an karena mengandung inti ajaran tauhid yang paling murni. Ayat demi ayat dalam surat ini membangun pemahaman yang kokoh tentang siapa Tuhan kita.

Kita akan secara khusus menelusuri dan memahami ayat ketiga dari surat mulia ini. Ayat ini berfungsi sebagai penegasan mutlak bahwa tidak ada satu pun yang setara atau sebanding dengan Allah SWT.

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (Lam yalid wa lam yūlad) "(Dia) tidak beranak dan tiada pula diperanakkan."

Makna Mendalam Ayat Ketiga

Ayat ketiga ini terdiri dari dua klausa penting yang saling melengkapi, keduanya meniadakan segala bentuk persekutuan (syirik) yang seringkali merayap dalam pemikiran umat manusia:

1. Penolakan Terhadap Kelahiran (Lam Yalid)

Frasa "Lam Yalid" (Dia tidak beranak) adalah bantahan tegas terhadap keyakinan yang menganggap bahwa Allah memiliki keturunan. Dalam konteks sejarah, terutama saat penurunan Al-Qur'an, beberapa bangsa atau pemikiran menganggap bahwa dewa atau Tuhan utama mereka melahirkan entitas ilahi lainnya (seperti malaikat atau dewa-dewa lain). Islam menegaskan bahwa Tuhan yang sesungguhnya tidak memerlukan proses penciptaan yang bersifat biologis atau pewarisan.

Keberanakkan mengandung implikasi bahwa yang melahirkan tersebut haruslah memiliki keberadaan yang lebih dulu (sebelum melahirkan), dan makhluk yang dilahirkan tersebut berarti membutuhkan permulaan dan ketergantungan. Allah Maha Esa, Maha Dahulu, dan tidak terikat oleh hukum sebab-akibat alam semesta yang diciptakan-Nya.

2. Penolakan Terhadap Diperanakkan (Wa Lam Yūlad)

Klausa kedua, "Wa Lam Yūlad" (dan tiada pula diperanakkan), menegaskan bahwa Allah bukanlah hasil dari proses penciptaan atau kelahiran dari pihak lain. Jika Allah 'diperanakkan', maka akan ada pihak yang melahirkan-Nya, yang otomatis akan menduplikasi keilahian pihak yang melahirkan tersebut, yang mana hal ini bertentangan dengan prinsip tauhid absolut.

Kesesuaian antara kedua klausa ini sangat indah. Jika Allah tidak beranak, maka Dia tidak memerlukan pasangan; dan jika Dia tidak diperanakkan, maka Dia tidak memiliki permulaan atau sumber eksistensi selain Diri-Nya Sendiri. Ini adalah penegasan bahwa Wujud Allah bersifat Azali (tanpa awal) dan Abadi (tanpa akhir).

Relevansi Ayat Ke-3 dalam Tauhid

Mengapa penegasan ini begitu penting? Karena kegagalan memahami ayat ini adalah akar dari banyak kesesatan keyakinan sepanjang sejarah.

  1. Melawan Konsep Trinitas atau Politisme: Ayat ini secara langsung membantah konsep ketuhanan yang majemuk atau memiliki hubungan keluarga ilahi. Allah adalah tunggal secara hakiki.
  2. Menghilangkan Kebutuhan: Ketika kita menyatakan bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan, kita menghilangkan segala bentuk kebutuhan pada diri-Nya. Penciptaan (melahirkan) menyiratkan proses dan kebutuhan. Allah Maha Sempurna, tidak memerlukan apa pun.
  3. Keagungan yang Tak Terjangkau: Ayat ini menempatkan Allah di luar jangkauan pemahaman manusia yang terikat pada konsep material dan siklus kehidupan/kematian.

Dengan merenungkan "Lam yalid wa lam yūlad", seorang Muslim diingatkan bahwa pemujaan harus diarahkan kepada Zat yang keberadaan-Nya mutlak, berdiri sendiri, dan tidak memiliki kesamaan sedikit pun dengan ciptaan-Nya.

Kesimpulan Tulus

Surat Al-Ikhlas ayat ke-3 adalah deklarasi ketauhidan yang radikal dan murni. Ia memerintahkan kita untuk mengesampingkan semua perumpamaan manusiawi saat memikirkan tentang Tuhan kita. Tidak ada ayah, tidak ada ibu, tidak ada anak, tidak ada persamaan. Setelah membaca dan merenungkan kembali teks tuliskan surat Al Ikhlas ayat ke 3 ini, diharapkan pemahaman kita mengenai Al-Ahad (Yang Maha Esa) semakin kokoh. Inilah fondasi keimanan yang membebaskan dari segala bentuk penyekutuan dan kekeliruan dalam ibadah.

🏠 Homepage