Representasi visual dari dominasi Eropa Rossoneri.
Sejarah Megah AC Milan di Liga Champions
AC Milan, atau yang akrab disapa Rossoneri, adalah salah satu nama paling ikonik dalam sejarah sepak bola Eropa. Mereka bukan sekadar peserta; mereka adalah arsitek dari beberapa malam paling legendaris di kompetisi elit Eropa, UEFA Champions League (UCL). Dengan total tujuh gelar Liga Champions, Milan menempati posisi kedua setelah Real Madrid dalam daftar klub paling sukses di turnamen ini.
Kisah sukses Milan di UCL terbagi dalam beberapa era emas. Era pertama dimulai pada akhir tahun 80-an dan awal 90-an di bawah kepemimpinan pelatih legendaris Arrigo Sacchi, yang merevolusi pertahanan total ala Italia. Di bawah Sacchi, Milan memenangkan dua gelar Eropa berturut-turut (1989 dan 1990) dengan barisan pertahanan yang terkenal solid, menampilkan trio legendaris Belanda: Marco van Basten, Ruud Gullit, dan Frank Rijkaard.
Transisi kepelatihan ke Fabio Capello membawa era keemasan kedua. Tim ini melanjutkan dominasi dengan memenangkan Liga Champions lagi pada tahun 1994, mengalahkan Barcelona yang saat itu dianggap tak terkalahkan dengan skor telak 4-0 di final Athena. Keberhasilan ini menegaskan reputasi Milan sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan di setiap edisi UCL.
Era Modern dan Puncak Kejayaan di Abad ke-21
Memasuki milenium baru, Milan tetap menjadi kekuatan utama. Di bawah kepemimpinan Carlo Ancelotti, yang mengandalkan trio gelandang kelas dunia seperti Pirlo, Gattuso, dan Seedorf, Milan mencapai puncak kejayaannya lagi. Kemenangan dramatis pada tahun 2003 melawan Juventus di Manchester menjadi penanda kembalinya Rossoneri ke takhta Eropa.
Puncak dari era Ancelotti adalah musim 2006/2007. Setelah kekalahan pahit di final Istanbul pada 2005 melawan Liverpool—sebuah malam yang terkenal dengan kebangkitan 'Miracle of Istanbul' dari Liverpool—Milan membalas dendam secara sempurna di Athena pada 2007. Dua gol dari Filippo Inzaghi memastikan Milan mengamankan gelar Liga Champions ketujuh mereka.
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Setelah tahun 2007, perjalanan Milan di UCL menjadi lebih berliku. Periode transisi klub, masalah finansial, dan perubahan kepemilikan membuat mereka absen dari kompetisi elit Eropa selama beberapa musim. Namun, semangat Rossoneri tidak pernah padam. Penggemar setia, yang dikenal sebagai 'Milanisti', selalu menantikan momen ketika klub kebanggaan mereka bisa kembali bersaing secara reguler di level tertinggi.
Kembalinya Milan ke UCL baru-baru ini membawa optimisme baru. Meskipun belum meraih trofi lagi sejak 2007, fondasi yang dibangun dengan pemain muda berbakat dan stabilitas manajemen kini mulai terlihat hasilnya. Setiap pertandingan UCL yang dimainkan oleh Milan selalu membawa gema sejarah dan tekanan untuk mengulang kejayaan masa lalu. Bagi Milan, UCL bukan hanya turnamen; itu adalah DNA klub, warisan yang harus dijaga dan diperjuangkan di setiap musim kompetisi.
Intensitas pertandingan, atmosfer San Siro yang membara ketika lagu kebangsaan Liga Champions dimainkan, dan kemampuan Rossoneri untuk tampil maksimal di laga-laga penentuan adalah resep rahasia yang membuat UCL Milan selalu dinanti oleh para penggemar sepak bola di seluruh dunia. Kisah mereka di Eropa adalah cerminan dari ketahanan, kecerdasan taktis, dan yang paling penting, semangat juang yang tak pernah padam.