Surah Al-Lail (Malam) adalah surah ke-92 dalam Al-Qur'an yang terdiri dari 21 ayat. Surah ini dibuka dengan sumpah Allah SWT demi malam apabila ia menyelimuti (dengan kegelapannya). Surah ini memiliki pesan mendalam mengenai perbedaan jalan hidup manusia: jalan kemudahan (beriman dan bertakwa) dan jalan kesulitan (ingkar dan kufur).
Fokus utama dalam surah ini adalah bagaimana pilihan dan perbuatan seorang hamba di dunia akan menentukan nasibnya di akhirat. Ayat-ayat di dalamnya menjelaskan bahwa setiap individu diberikan kesempatan untuk memilih, namun konsekuensi dari pilihan tersebut akan ditanggung secara individual.
Salah satu ayat kunci dalam Surah Al-Lail yang menjelaskan konsekuensi dari perbuatan baik adalah ayat ketujuh. Memahami lafal yang menunjukkan surah al lail ayat 7 adalah sangat penting untuk merenungkan janji Allah bagi hamba-Nya yang bersungguh-sungguh.
Ayat ini secara eksplisit menyebutkan dua sifat utama yang dibalas oleh Allah SWT, yaitu memberi (infak/sedekah) dan bertakwa (menjaga diri dari maksiat dan taat pada perintah-Nya). Lafal "A'ṭā" (أَعْطَى) menunjukkan tindakan memberi, sementara "Wattaqā" (وَاتَّقَى) menunjukkan upaya menjaga diri dan menjaga ketaatan.
Ayat 7 ini tidak berdiri sendiri. Ayat berikutnya (Ayat 8) menjelaskan janji balasan bagi mereka yang memenuhi kriteria di Ayat 7.
Ayat 8 berbunyi: وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى (Wa ṣaddaqa bil-ḥusnā). Artinya: "Dan membenarkan (pembalasan yang baik/surga)."
Dengan demikian, ketika kita mencari lafal yang menunjukkan surah al lail ayat 7 adalah, kita merujuk pada perintah untuk berinfak dan bertakwa. Ini adalah kombinasi amal lahiriah (memberi) dan amal batiniyah (ketakwaan).
Dalam tafsir Ibnu Katsir dan penjelasan para ulama, ayat-ayat ini menekankan bahwa ketakwaan harus dibuktikan dengan tindakan nyata, salah satunya adalah kedermawanan. Seseorang yang hanya mengaku bertakwa namun kikir hartanya tidak dapat sepenuhnya memenuhi tuntutan ayat ini. Harta yang diberikan adalah ujian. Jika seseorang mampu melepaskan sesuatu yang ia cintai (hartanya) demi mencari keridhaan Allah, maka itu adalah bukti ketakwaan yang kuat.
Surah Al-Lail sengaja menyandingkan dua tipe manusia sebagai kontras. Setelah menjelaskan janji bagi orang yang dermawan dan takwa (Ayat 7-11), Allah SWT kemudian menjelaskan nasib orang yang kikir dan merasa cukup dengan dirinya sendiri (Ayat 12-16).
Tujuan penyebutan lafal yang menunjukkan surah al lail ayat 7 adalah untuk menjadi motivasi utama: jika kita ingin mendapatkan janji manis berupa kemudahan menuju surga (seperti yang disebutkan di ayat 10 dan 11), maka kita harus meneladani sifat yang disebutkan dalam ayat 7 tersebut. Ini adalah panggilan untuk introspeksi diri mengenai bagaimana kita mengelola rezeki yang telah Allah titipkan.
Kedermawanan dalam Islam bukan sekadar mengeluarkan uang, tetapi membersihkan jiwa dari sifat tamak dan egois. Ketakwaan meliputi seluruh aspek kehidupan, termasuk cara berinteraksi dengan sesama dan alam semesta. Ayat 7 ini menjadi fondasi perilaku moral yang ditekankan oleh surah ini.
Para mufasir menekankan bahwa mendahulukan ketaatan dan pengeluaran di jalan Allah di atas kepentingan diri sendiri adalah ciri utama dari hamba yang Allah ridhai. Oleh karena itu, hafalan dan pemahaman mendalam mengenai lafal yang menunjukkan surah al lail ayat 7 adalah ("Fa ammā man aʿṭā wattaqā") adalah kunci untuk memahami pesan inti dari sebagian besar surah Al-Lail. Ini adalah pesan universal bahwa kemuliaan sejati terletak pada amal saleh yang didasari ketulusan dan ketakwaan yang teruji.