وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ يُقْسِمُ الْمُجْرِمُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا عَشْرًا ۚ قُلْ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ ۚ فَأَنَّىٰ تُؤْفَكُونَ
Surat Al-Kahfi adalah surat yang kaya akan pelajaran moral dan spiritual, salah satunya adalah pengingat akan hakikat kehidupan dunia yang fana. Ayat 53 dari surat ini menempatkan kita langsung pada momen klimaks pertanggungjawaban: Hari Kiamat. Ayat ini menampilkan sebuah dialog batin dan pengakuan getir dari para pelaku kejahatan atau orang-orang yang lalai.
Bayangkanlah momen itu. Setelah semua ambisi duniawi, tumpukan harta, kesenangan sesaat, dan penundaan tobat selesai, tiba-tiba waktu yang mereka habiskan di muka bumi terasa begitu singkat—hanya "satu waktu" atau bahkan "sehari atau sebagian hari." Kontras antara persepsi waktu mereka di dunia (yang terasa panjang dan sibuk) dengan realitas akhirat (yang menunjukkan betapa singkatnya) adalah sebuah tamparan keras bagi ego manusia.
Mengapa para pendosa itu bersumpah bahwa mereka hanya berdiam sebentar? Hal ini disebabkan oleh sifat dunia itu sendiri yang menipu. Dalam kesibukan mengejar dunia, manusia seringkali lupa bahwa setiap detiknya sedang dihitung. Ayat ini menyoroti sebuah kelemahan mendasar dalam cara manusia memandang prioritas. Mereka merasa punya banyak waktu untuk menunda ibadah, menangguhkan pertobatan, atau berbuat maksiat karena dunia terasa kekal dan panjang.
Allah SWT kemudian memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menanggapi sumpah mereka dengan penegasan: "Katakanlah: 'Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan sehari atau sebagian dari sehari.'" Penegasan ini menguatkan bahwa waktu yang terasa panjang di dunia hanyalah sekejap mata jika dibandingkan dengan keabadian akhirat. Inilah yang dimaksud dengan "begitulah mereka selalu dipalingkan (dari kebenaran)". Mereka dipalingkan oleh ilusi waktu duniawi sehingga gagal mempersiapkan bekal untuk waktu yang sesungguhnya abadi.
Pelajaran paling mendasar dari Surat Al-Kahfi ayat 53 adalah urgensi memanfaatkan waktu. Ayat ini berfungsi sebagai cermin agar kita tidak termasuk dalam golongan yang menyesal di akhirat kelak. Kita perlu senantiasa bertanya: Apakah kegiatan kita hari ini mendekatkan kita pada keridhaan Allah, ataukah kita sedang sibuk membangun istana yang akan kita tinggalkan dalam sekejap?
Pengingat ini sangat relevan di era modern yang serba cepat. Godaan untuk menunda amal saleh semakin besar karena distraksi yang tak ada habisnya. Ayat ini mengajak kita untuk hidup dengan kesadaran waktu (sense of urgency). Hidup ini adalah kesempatan terbatas untuk berinvestasi pada keabadian. Menyadari bahwa keberadaan kita di bumi hanyalah "sehari atau sebagian hari" seharusnya memotivasi kita untuk menjadikan setiap hari sebagai ladang amal yang subur, bukan sekadar arena hiburan sementara. Dengan demikian, ketika hari perhitungan itu tiba, kita tidak akan ikut bersumpah dengan penyesalan yang sia-sia, melainkan dengan bekal yang telah disiapkan.