Kisah dan Makna Potongan Surat Al-Lahab

Pengantar Surat Al-Lahab

Surat Al-Lahab (مسد), yang artinya "Api Menyala", adalah surat ke-111 dalam Al-Qur'an dan merupakan salah satu surat terpendek. Meskipun singkat, kandungan maknanya sangat padat, berisi peringatan keras dan ancaman langsung dari Allah SWT kepada salah satu musuh bebuyutan Islam di masa permulaan kenabian, yaitu Abu Lahab, paman Rasulullah ﷺ.

Struktur surat ini terdiri dari lima ayat yang berfungsi sebagai otobiografi penghinaan ilahi terhadap seorang tokoh yang sangat menentang dakwah. Memahami potongan-potongan surat ini—ayat per ayat—membantu kita melihat bagaimana Al-Qur'an secara tegas menanggapi permusuhan pribadi yang didasari oleh kekafiran dan kesombongan. Ayat-ayat ini bukan sekadar kisah sejarah, tetapi juga pelajaran abadi tentang konsekuensi membangkang terhadap kebenaran.

Potongan Ayat 1 & 2: Vonis Terhadap Abu Lahab dan Istrinya

Ayat pertama surat ini langsung menunjuk sasaran ancamannya:

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia sendiri akan binasa."

Frasa "Binasalah kedua tangan" (Tabbat yada) adalah doa laknat yang sangat kuat. Ini bukan sekadar harapan buruk, melainkan ketetapan ilahi. Tangan melambangkan usaha dan perbuatan; dengan membinasakan tangan Abu Lahab, Allah menyatakan bahwa segala upaya dan kekuatannya untuk menghancurkan Islam akan sia-sia dan berakhir dengan kehancuran dirinya sendiri. Ayat kedua kemudian menguatkan vonis tersebut:

مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ "Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang telah ia usahakan."

Potongan ini secara eksplisit menolak klaim kesuksesan duniawi Abu Lahab, yang terkenal dengan kekayaan dan status sosialnya. Ini mengajarkan bahwa kekayaan materi tidak akan mampu melindungi seseorang dari azab ilahi ketika ia memilih jalan permusuhan terhadap tauhid. Usahanya membangun citra dan pengaruh menjadi sia-sia di hadapan kekuasaan Allah.

Potongan Ayat 3 & 4: Peran Istri dalam Permusuhan

Surat Al-Lahab sangat unik karena mencantumkan istri Abu Lahab, Ummu Jamil, dalam ancaman langsung, menyoroti peran kolektif dalam menentang dakwah.

سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ "Dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala."

Ayat ini mengukuhkan tempatnya di neraka Jahanam, yang namanya (Al-Lahab) secara metaforis terkait dengan nama suaminya. Kemudian, ayat keempat fokus pada peran aktif sang istri:

وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ "Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar,"

Para mufassir menjelaskan bahwa Ummu Jamil tidak hanya menghina Rasulullah ﷺ, tetapi secara harfiah ia sering membawa duri dan kayu bakar untuk dilemparkan di jalan Rasulullah agar menyakiti kaki beliau saat berdakwah. Tindakan sepele ini, yang dilakukan dengan niat jahat, dicatat sebagai dosa besar. Ini adalah peringatan bahwa tindakan sekecil apa pun yang didasari kebencian terhadap kebenaran akan dihitung.

Potongan Ayat 5: Sikap Terakhir dan Penutup

Sebagai penutup, surat ini menjelaskan nasib akhir mereka:

فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ "Di lehernya ada tali yang terbuat dari sabut (api)."

Ini adalah gambaran yang sangat mengerikan. Tali sabut (masad) yang melilit lehernya melambangkan penghinaan abadi. Jika di dunia ia mungkin mengenakan perhiasan mahal, di akhirat, tali api akan menjadi perhiasan kehinaannya. Ini menegaskan bahwa semua keangkuhan dan hinaan yang mereka sebarkan di dunia akan dibalas dengan kehinaan yang kekal di akhirat.

Pelajaran dari Potongan Surat Al-Lahab

Kisah dalam potongan surat Al-Lahab memberikan beberapa pelajaran penting. Pertama, permusuhan terhadap kebenaran—bahkan jika datang dari kerabat terdekat (seperti paman Nabi)—tidak akan dimaafkan tanpa pertobatan. Kedua, kekayaan dan status sosial adalah fana dan tidak berarti di hadapan pertanggungjawaban akhirat. Ketiga, setiap perbuatan, sekecil apa pun, yang diniatkan untuk menyakiti kebenaran akan dicatat dan dibalas. Surat ini berfungsi sebagai manifestasi janji Allah untuk membela agama-Nya dari segala bentuk olok-olok dan perlawanan.

🏠 Homepage