Alt Text: Simbol pemisahan jelas antara kebenaran dan kebatilan.
Pertanyaan mengenai posisi Surah Al-Kafirun dalam urutan mushaf Al-Qur'an seringkali muncul di kalangan pembaca. Surat ini merupakan salah satu surat pendek yang sangat penting dan memiliki kedudukan khusus dalam Islam.
Secara spesifik, jawaban atas pertanyaan: Surah Al-Kafirun terdapat dalam Al-Qur'an surah ke-109.
Surah ini terletak menjelang akhir rangkaian mushaf, tepat sebelum Surah An-Nasr (surah ke-110) dan Surah Al-Ikhlas (surah ke-112).
Surah Al-Kafirun (orang-orang kafir) adalah surat ke-109, terdiri dari enam ayat pendek namun padat makna. Surat ini diturunkan di Mekkah (termasuk golongan surat Makkiyah) sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Konteks penurunannya berkaitan erat dengan penolakan kaum musyrikin Quraisy terhadap dakwah tauhid yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Para pemuka Quraisy, dalam upaya meredam penyebaran Islam, pernah menawarkan kompromi kepada Nabi Muhammad SAW. Mereka menawarkan agar Nabi mau menyembah tuhan mereka selama setahun, dan sebagai gantinya, mereka bersedia menyembah Tuhan Nabi selama setahun berikutnya. Tawaran ini adalah upaya nyata untuk mencampuradukkan kebenaran (tauhid) dengan kebatilan (syirik).
Merespon tawaran kompromi tersebut, Allah SWT menurunkan Surah Al-Kafirun sebagai respons tegas dan final. Inti dari surah ini adalah penegasan prinsip "Laa 'abudu maa ta'buduun" (Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah). Kalimat ini bukan berarti penolakan terhadap aspek sosial atau kemanusiaan, melainkan penegasan mutlak tentang batasan dalam hal ibadah dan keyakinan (akidah).
Surah ini menjadi manifesto pemisahan yang jelas antara keimanan kepada Allah Yang Esa dengan segala bentuk penyembahan terhadap selain-Nya. Ia mengajarkan bahwa dalam ranah akidah, tidak ada ruang untuk negosiasi atau kompromi; ada pemisahan yang tegas antara dua jalur yang berbeda.
Selain kandungan akidahnya yang mendasar, Surah Al-Kafirun juga memiliki keutamaan yang luar biasa, menjadikannya amalan rutin bagi banyak umat Islam. Salah satu hadis populer menyebutkan bahwa membaca Surah Al-Kafirun setara dengan membaca seperempat Al-Qur'an.
Keutamaan ini didasarkan pada cakupan tema besarnya. Seperempat Al-Qur'an membahas tentang tauhid (keesaan Allah), seperempat membahas tentang hukum-hukum (syariat), seperempat membahas janji dan ancaman (surgawi dan neraka), dan seperempat sisanya membahas kisah-kisah umat terdahulu. Surah Al-Kafirun, dengan penekanannya pada penolakan syirik dan penegasan tauhid, mencakup domain penting pertama dari keseluruhan isi Al-Qur'an.
Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW sangat menganjurkan pembacaannya, terutama dalam shalat sunnah rawatib (seperti dua rakaat sebelum Subuh dan dua rakaat setelah Maghrib) dan juga dalam shalat Witir. Keistiqamahan dalam membacanya adalah cerminan kesetiaan seorang hamba terhadap prinsip keesaan Tuhan-nya.
Seringkali, Surah Al-Kafirun dibaca beriringan dengan Surah Al-Ikhlas (Surah ke-112). Meskipun keduanya berkaitan erat dengan tauhid, fokusnya sedikit berbeda. Surah Al-Kafirun adalah penolakan tegas terhadap persembahan orang lain (negasi terhadap syirik), sementara Surah Al-Ikhlas adalah penegasan mutlak tentang hakikat zat Allah (definisi tauhid).
Jika Al-Kafirun adalah "Aku tidak menyembah...", maka Al-Ikhlas adalah "Dia-lah Allah Yang Maha Esa...". Keduanya saling melengkapi, memastikan bahwa seorang Muslim tidak hanya menolak yang batil, tetapi juga menetapkan dan menyembah Yang Hak dengan pemahaman yang benar.
Sebagai kesimpulan, posisi Surah Al-Kafirun terdapat dalam Al-Qur'an surah ke-109. Surat ini bukan sekadar penutup rangkaian mushaf, melainkan pondasi penting dalam memahami batasan akidah dan komitmen penuh seorang Muslim kepada Allah SWT.