Pengantar Singkat Surah Al Kahfi
Surah Al Kahfi, yang berarti "Gua", adalah salah satu surah penting dalam Al-Qur'an yang sering dianjurkan untuk dibaca setiap hari Jumat. Surah ini mengandung banyak pelajaran berharga, terutama mengenai ujian kehidupan, godaan duniawi, dan pentingnya bersandar kepada Allah SWT. Salah satu ayat yang menyimpan makna mendalam terkait hubungan antara manusia dan amal perbuatannya adalah ayat ke-77.
Teks Surah Al Kahfi Ayat 77
وَأَمَّا الْقَوْمُ الَّذِينَ كَانُوا يَعْمَلُونَ سُوءًا فَيَقُولُونَ رَبَّنَا أَخِّرْنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ نُجِبْ دَعْوَتَكَ وَنَتَّبِعِ الرُّسُلَ ۚ أَوَلَمْ تَكُونُوا أَقْسَمْتُمْ مِنْ قَبْلُ مَا لَكُمْ مِنْ زَوَالٍ
"Adapun orang-orang yang berbuat keburukan, (mereka berkata): 'Ya Tuhan kami, berilah kami tangguh (waktu) sampai kepada hari kiamat yang dekat.' Mereka menjawab: 'Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?'"
Konteks Ayat: Permintaan Penundaan
Ayat 77 dari Surah Al Kahfi ini menggambarkan momen krusial ketika orang-orang yang semasa hidupnya memilih jalan kesesatan dan perbuatan buruk menghadapi konsekuensi akhirat. Mereka, dalam keputusasaan dan kesadaran akan kekeliruan mereka, memohon penangguhan waktu.
Permintaan mereka sangat spesifik: mereka meminta waktu hingga Hari Kiamat yang 'dekat' (walaupun dalam pandangan mereka saat itu, waktu tersebut terasa dekat, namun penundaan yang mereka minta sudah tidak mungkin terjadi). Alasan mereka memohon penundaan ini adalah agar mereka dapat memperbaiki kesalahan masa lalu, yaitu dengan memenuhi seruan para rasul yang telah mereka abaikan sebelumnya dan mengikuti ajaran mereka.
Respons Ilahi: Sumpah Pengingkaran
Respon yang datang sangat tegas dan langsung mematahkan harapan mereka. Allah SWT melalui para malaikat mengingatkan mereka akan sumpah yang pernah mereka ucapkan ketika masih di dunia. Sumpah tersebut adalah penegasan bahwa mereka tidak akan pernah mengalami kehancuran atau kematian spiritual yang abadi (dalam konteks menolak kebangkitan atau akhirat).
Ironisnya, orang yang dulu bersikeras bahwa mereka tidak akan pernah musnah atau binasa kini justru memohon agar diberikan kesempatan hidup kembali, sekecil apapun itu, untuk beriman. Penegasan ini menekankan konsistensi ketetapan Allah dan ketidakmungkinan mengubah keputusan setelah waktu penentuan berakhir. Janji dan sumpah mereka di dunia terbukti kosong ketika mereka menghadapi realitas akhirat.
Pelajaran Penting dari Ayat 77
Ayat ini memberikan beberapa pelajaran fundamental bagi umat Islam. Pertama, pentingnya segera merespons panggilan kebenaran. Ketika petunjuk datang melalui para nabi dan rasul, umat diwajibkan untuk segera mengimaninya dan beramal saleh, tanpa menunda-nunda dengan harapan akan adanya kesempatan kedua di kemudian hari.
Kedua, ayat ini menjadi peringatan keras terhadap kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran. Banyak orang yang merasa aman dengan kedudukan duniawi atau kekuatannya, bersumpah bahwa hal-hal buruk (seperti kematian atau akhirat) tidak akan menimpa mereka. Penolakan ini seringkali berakar dari ketidakpercayaan pada konsep kehidupan setelah mati dan pertanggungjawaban amal.
Ketiga, penekanan pada 'waktu yang dekat' dalam permintaan mereka patut direnungkan. Dalam konteks akhirat, setiap detik adalah keabadian. Permintaan mereka akan waktu yang 'dekat' menunjukkan betapa berharganya waktu yang telah mereka sia-siakan. Mereka baru menyadari nilai kebenaran setelah semua pintu kesempatan tertutup rapat. Oleh karena itu, menjalani hidup sesuai petunjuk Al-Qur'an dan Sunnah adalah kewajiban mutlak selagi nafas masih berhembus.