Merenungi Sumpah Agung: Surah Al-Lail Ayat 1 dan 2

Malam Menyelimuti

Gambar merepresentasikan malam yang gelap.

Setiap lembaran Al-Qur'an adalah lautan hikmah yang tak pernah kering. Salah satu surat yang dimulai dengan sumpah agung dan penuh makna adalah Surah Al-Lail (Malam). Dua ayat pembuka surat ini—Surah Al-Lail Ayat 1 dan 2—adalah fondasi teologis yang kuat mengenai kekuasaan Allah SWT atas fenomena alam dan relevansinya terhadap kehidupan manusia.

وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ

(1) Demi malam apabila telah gelap gulita,

وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ

(2) dan siang apabila terang benderang,

Makna Sumpah Agung: Kontras Malam dan Siang

Allah SWT memulai banyak surat dalam Al-Qur'an dengan sumpah (qasam) yang menggunakan fenomena alam semesta. Tindakan bersumpah dengan sesuatu menunjukkan betapa agungnya objek yang dijadikan sumpah tersebut. Dalam konteks Al-Lail ayat 1 dan 2, sumpah ini diarahkan kepada dua entitas waktu yang paling fundamental bagi kehidupan di bumi: malam dan siang.

Ayat pertama, "Demi malam apabila telah gelap gulita" (وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ), bersumpah pada saat malam tiba dan menutupi segala sesuatu dengan kegelapannya. Kegelapan di sini bukan hanya ketiadaan cahaya, tetapi juga simbol ketenangan, tempat beristirahat, dan misteri. Malam yang "menyelimuti" (yaghshā) menunjukkan kekuatan penetrasi dan cakupannya yang menyeluruh. Dalam kegelapan malam, manusia kembali kepada fitrahnya, melepaskan hiruk pikuk duniawi, dan berhadapan langsung dengan diri mereka sendiri serta Sang Pencipta.

Kemudian, ayat kedua segera menimpali dengan kontras yang tegas: "dan siang apabila terang benderang" (وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ). Siang adalah waktu manifestasi, waktu bekerja, mencari rezeki, dan menjalankan aktivitas yang membutuhkan penerangan. Kata "tajallā" berarti menampakkan diri dengan jelas, menyinari segala sesuatu tanpa penutup. Jika malam adalah waktu introspeksi, siang adalah waktu aksi.

Keseimbangan dan Kekuatan Ilahi

Mengapa Allah SWT bersumpah dengan malam dan siang? Para mufassir sepakat bahwa sumpah ini bertujuan untuk menegaskan dua poin utama. Pertama, menunjukkan keagungan dan kekuasaan Allah SWT yang mengatur pergantian waktu secara sempurna tanpa cacat, sebuah siklus yang mustahil diatur oleh kekuatan selain Ilahi. Kedua, kedua waktu ini adalah dua sisi kehidupan manusia yang selalu beriringan. Tidak ada malam tanpa siang, dan tidak ada siang tanpa malam.

Keseimbangan ini adalah pelajaran langsung. Manusia membutuhkan istirahat (malam) untuk memulihkan energi yang terpakai saat beraktivitas (siang). Sumpah ini mengingatkan bahwa setiap aspek kehidupan—baik saat kita sedang berjuang keras di bawah terik matahari, maupun saat kita sedang berdiam diri dalam sunyi malam—selalu berada di bawah pengawasan dan pengaturan Allah.

Bagi orang yang beriman, malam dan siang tidaklah netral. Malam menjadi kesempatan untuk salat malam (qiyamul lail) dan mendekatkan diri melalui doa saat hati paling rentan. Siang menjadi arena ujian untuk melihat apakah seseorang akan menggunakan nikmat waktu dan cahaya tersebut untuk kebaikan atau justru untuk kesombongan dan maksiat.

Konteks Ayat Selanjutnya

Sumpah pada Surah Al-Lail ayat 1 dan 2 ini bukan berdiri sendiri. Ia menjadi landasan bagi ayat-ayat berikutnya, di mana Allah SWT bersumpah tentang perbedaan nasib manusia berdasarkan usaha mereka. Setelah menegaskan kekuasaan-Nya atas alam raya (malam dan siang), Allah menegaskan bahwa Dia juga memiliki kuasa penuh atas kondisi moral dan spiritual manusia.

Ayat 3 hingga 11 menjelaskan bahwa ada orang yang berinfak dan bertakwa, dan ada pula orang yang kikir dan merasa cukup dengan dirinya sendiri. Perbedaan hasil akhir (balasan di akhirat) tidak terjadi secara acak, melainkan sebagai konsekuensi logis dari cara mereka memanfaatkan karunia waktu (malam untuk ibadah, siang untuk beramal saleh) yang telah disumpahkan oleh Allah di awal surat.

Intinya, dengan memulai dengan sumpah atas fenomena alam yang universal dan mutlak seperti pergantian malam dan siang, Surah Al-Lail menempatkan bobot sumpah pada validitas pesan yang akan disampaikan: Bahwa setiap perbuatan manusia, baik yang dilakukan dalam sunyi malam maupun terang siang, akan dipertanggungjawabkan penuh di hadapan Dzat yang Menguasai seluruh waktu tersebut. Ini adalah panggilan untuk merenungkan prioritas hidup kita di tengah siklus waktu yang terus berputar.

🏠 Homepage