Mengkaji Keindahan Surat Al-Kahfi Ayat 96

Yaaqut & Mardsy Simbol Jembatan atau Batas Antara Dua Keadaan

Ilustrasi simbolis terkait ayat

Konteks Ayat Penutup Kisah Zulkarnain

Surat Al-Kahfi adalah surat yang penuh dengan hikmah, berisi empat kisah utama yang sangat relevan bagi umat manusia hingga akhir zaman. Salah satu kisah yang paling monumental adalah kisah Raja Zulkarnain, seorang penguasa yang berkeliling dunia dan membangun penghalang besar untuk membendung kerusakan yang ditimbulkan oleh kaum Ya'juj dan Ma'juj.

Setelah menceritakan bagaimana Zulkarnain membangun tembok dari besi dan tembaga yang kokoh, Al-Qur'an mengakhiri kisah tersebut dengan firman Allah SWT pada ayat ke-96, sebuah ayat yang memiliki makna mendalam tentang janji Ilahi dan batas akhir dari sebuah usaha duniawi.

Teks dan Terjemahan Surat Al-Kahfi Ayat 96

حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ بَيْنَ السَّدَّيْنِ وَجَدَ مِن دُونِهِمَا قَوْمًا لَّا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ قَوْلًا
"Hingga apabila ia telah sampai di antara dua gunung, ia mendapati di sebelah samaranya ada suatu kaum yang hampir tidak memahami perkataan."

Meskipun penomoran ayat bisa berbeda interpretasinya di beberapa sumber mengenai titik akhir pembangunan, Ayat 96 secara spesifik menggambarkan momen ketika Zulkarnain mencapai lokasi geografis tertentu, yaitu di antara dua gunung (atau dua punggungan bukit). Di lokasi tersebut, ia menemukan sebuah komunitas yang kesulitan berkomunikasi dengan jelas karena hambatan bahasa atau perbedaan dialek.

Makna Mendalam Komunikasi dan Batasan

Penemuan kaum yang "hampir tidak dapat memahami perkataan" ini memberikan pelajaran penting. Ini bukan sekadar deskripsi geografis, tetapi juga refleksi terhadap keberagaman manusia dan tantangan dalam menyampaikan kebenaran. Zulkarnain, seorang penguasa yang bijaksana, menghadapi hambatan bahasa saat menyampaikan maksudnya.

Ayat ini menyoroti pentingnya komunikasi yang efektif. Seringkali, kebenaran atau keadilan yang hendak disampaikan terhalang bukan karena niat buruk, melainkan karena ketidakmampuan penerima untuk mencerna atau memahami pesan tersebut dengan jelas. Ini menunjukkan bahwa dakwah dan kepemimpinan membutuhkan adaptasi bahasa dan metode agar pesan dapat diterima oleh audiens yang beragam.

Konteks Kepemimpinan dan Tanggung Jawab

Kisah Zulkarnain secara keseluruhan adalah panduan kepemimpinan yang adil. Ketika dihadapkan pada kaum yang sulit diajak bicara, respons Zulkarnain mencerminkan kebijaksanaan seorang pemimpin. Meskipun teks ini berfokus pada kesulitan komunikasi, kita mengingat bahwa Zulkarnain pada akhirnya meminta bantuan mereka untuk menyediakan material pembangunan tembok, menunjukkan bahwa ia tidak menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang, melainkan berkolaborasi.

Ayat 96 ini berfungsi sebagai transisi. Setelah mengatasi tantangan logistik dan bahasa, fokus cerita beralih pada solusi konstruktif. Ini mengajarkan bahwa setiap kesulitan, termasuk perbedaan bahasa dan pemahaman, harus dihadapi dengan strategi yang terencana dan penuh kesabaran. Dalam konteks spiritual, ini mengingatkan bahwa hidayah Allah disampaikan kepada manusia sesuai kadar kemampuan penerimaan mereka, meskipun terkadang pemahaman itu terhalang oleh "tabir" duniawi.

Refleksi Akhir

Surat Al-Kahfi, melalui ayat-ayat seperti nomor 96 ini, terus mengingatkan kita bahwa dunia penuh dengan perbedaan—bahasa, budaya, dan pemahaman. Raja Zulkarnain berhasil mengatasi hambatan ini untuk tujuan yang mulia, yaitu menjaga ketertiban dari kerusakan besar (Ya'juj dan Ma'juj).

Mempelajari ayat ini mendorong kita untuk menjadi komunikator yang lebih baik, lebih sabar dalam berinteraksi dengan sesama, dan selalu mencari cara untuk menjembatani kesenjangan pemahaman. Kisah ini, yang ditutup dengan janji bahwa penghalang tersebut akan dihancurkan oleh Allah SWT pada akhir zaman (sebagaimana disebutkan di ayat-ayat selanjutnya), menegaskan bahwa kekuasaan sejati berada di tangan Allah semata, dan setiap upaya manusia memiliki batas waktu dan kemampuannya.

🏠 Homepage