Pertanyaan mengenai lokasi turunnya wahyu adalah hal yang sangat penting dalam studi Al-Qur'an. Setiap surat memiliki sejarah penurunan (asbabun nuzul) yang unik, menjelaskan konteks sosial dan politik saat ayat tersebut diwahyukan oleh Allah SWT melalui Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. Salah satu surat yang memiliki kisah penurunan yang sangat spesifik dan terkenal adalah Surat Al-Lahab (juga dikenal sebagai Al-Masad).
Lokasi Turun: Kota Mekkah yang Penuh Konflik
Secara umum, mayoritas ulama tafsir sepakat bahwa Surat Al-Lahab termasuk dalam golongan surat Makkiyah, yaitu ayat-ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Oleh karena itu, lokasi turunnya surat ini adalah di **Kota Mekkah Al-Mukarramah**.
Surat ini diturunkan pada masa awal kenabian, ketika permusuhan antara Nabi Muhammad SAW dan kaum Quraisy semakin memuncak. Turunnya surat ini bukan sekadar pengumuman umum, melainkan respons langsung terhadap penghinaan dan permusuhan terbuka dari kerabat terdekat Nabi sendiri.
Ilustrasi visualisasi suasana Kota Mekkah saat wahyu diturunkan.
Asbabun Nuzul: Kemarahan Abu Lahab
Kisah spesifik mengenai turunnya Surat Al-Lahab berkisar pada sikap permusuhan Abu Lahab bin Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad SAW. Abu Lahab adalah salah satu penentang dakwah Islam yang paling gigih dan vokal. Ia sering kali mengikuti Nabi saat berdakwah dan menyebarkan fitnah kepada orang-orang yang hendak mendengarkan ajaran tauhid.
Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW naik ke Bukit Safa dan menyeru kaum Quraisy untuk meninggalkan berhala dan menyembah Allah. Setelah menyampaikan risalah tersebut, Nabi bertanya, "Bagaimana pendapat kalian jika aku katakan bahwa di balik bukit ini ada pasukan musuh yang siap menyerang kalian, apakah kalian akan memercayaiku?" Mereka menjawab serempak, "Tentu saja, kami tidak pernah mendapati engkau berdusta."
Setelah menerima jawaban tersebut, Nabi mendeklarasikan kenabiannya. Reaksi yang muncul sangatlah kasar, dan orang pertama yang menentang keras adalah Abu Lahab. Ia berdiri sambil menampar-namparkan tangannya seraya berkata, "Celakalah engkau (La’ata laka) Muhammad! Hanya untuk inikah engkau mengumpulkan kami?"
Sebagai respons langsung terhadap penghinaan publik yang dilakukan oleh kerabat terdekatnya tersebut, Allah SWT menurunkan Surat Al-Lahab (Surah ke-111).
Isi Surat yang Menjadi Balasan Langsung
Penurunan surat ini di Mekkah menjadi sangat kuat dampaknya karena ia langsung menyebut nama pelakunya. Surat ini ditutup dengan ancaman spesifik bagi Abu Lahab dan istrinya:
مَا أَغْنَىٰ عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ
سَيَصْلَىٰ نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ
وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ
فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِّن مَّسَدٍ
Ayat ini, yang secara harfiah berarti "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan ia pun binasa," menegaskan bahwa kekayaan dan status sosial Abu Lahab di Mekkah tidak akan menyelamatkannya dari azab api neraka. Ayat ini mengonfirmasi bahwa penolakan terhadap kebenaran akan berujung pada kehancuran abadi, terlepas dari kedekatan hubungan darah dengan Nabi.
Implikasi Penurunan di Mekkah
Fakta bahwa surat ini turun di Mekkah menegaskan fase dakwah Nabi yang penuh kesabaran namun menghadapi penolakan keras dari kaumnya sendiri. Surat Al-Lahab menjadi salah satu bukti otentisitas kenabian, karena ia memberikan nubuat spesifik mengenai nasib musuh dakwah yang hidup pada masa itu juga, dan nubuat tersebut terbukti benar seiring berjalannya waktu.
Meskipun surat ini berbicara tentang azab, statusnya sebagai surat Makkiyah menunjukkan fokus utama dakwah pada masa itu adalah penguatan akidah (Tauhid) dan peringatan keras terhadap konsekuensi penolakan terhadap ajaran Allah, yang jelas terlihat dari kisah turunnya ayat-ayat yang ditujukan kepada salah satu tokoh paling berpengaruh di Mekkah saat itu.
Kesimpulannya, Surat Al-Lahab turun di Kota Mekkah, sebagai respon ilahi atas penolakan terbuka dan fitnah yang dilancarkan oleh Abu Lahab terhadap dakwah Nabi Muhammad SAW di hadapan masyarakat Quraisy.