Ilustrasi malam penuh kemuliaan turunnya Al-Qur'an.
Surat Al-Qadr, yang dimulai dengan frasa agung "Inna anzalnahu fi lailatil qadar", adalah salah satu surat terpendek namun paling sarat makna dalam Al-Qur'an. Surat ini terdiri dari lima ayat pendek yang menceritakan tentang turunnya Al-Qur'an pada malam yang penuh kemuliaan, sebuah peristiwa monumental yang mengubah sejarah peradaban manusia. Memahami isi surat ini berarti memahami inti dari risalah kenabian dan keberkahan yang dibawa oleh Kitab Suci terakhir Allah SWT.
"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan (Lailatul Qadar)."
Ayat pertama langsung menetapkan fokus pembahasan: waktu turunnya Al-Qur'an. Kata "Kami" (an-Na) merujuk kepada Allah SWT, menegaskan bahwa penurunan kitab suci ini adalah inisiatif ilahi, bukan hasil upaya manusia. Lailatul Qadar, atau Malam Ketetapan, memiliki kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah. Keagungannya begitu besar sehingga satu malam tersebut lebih baik daripada seribu bulan (sekitar 83 tahun) ibadah. Keistimewaan ini menunjukkan betapa pentingnya wahyu yang diturunkan pada malam itu.
Mengapa malam ini dipilih? Para ulama sepakat bahwa malam tersebut adalah malam pertama di mana ayat-ayat Al-Qur'an diturunkan secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia (Baitul Izzah). Kemudian, secara bertahap, Jibril AS membawakan ayat-ayat tersebut kepada Nabi Muhammad SAW selama 23 tahun masa kenabiannya. Peristiwa ini menandai dimulainya era baru bagi umat manusia, era petunjuk Ilahi yang komprehensif.
"Dan tahukah kamu apakah Malam Lailatul Qadar itu?"
Ayat kedua menggunakan retorika pertanyaan untuk menarik perhatian pembaca dan menunjukkan keterbatasan pengetahuan manusia. Allah SWT bertanya kepada Nabi Muhammad SAW—dan melalui beliau kepada seluruh umat manusia—tentang hakikat sebenarnya dari Lailatul Qadar. Pertanyaan retoris ini berfungsi untuk menekankan bahwa kemuliaan malam tersebut jauh melampaui pemahaman rasionalitas manusia biasa. Bahkan Rasulullah SAW pun perlu diingatkan akan betapa dahsyatnya peristiwa yang terjadi malam itu.
Meskipun lokasi pasti Lailatul Qadar masih menjadi perdebatan di kalangan fuqaha (ahli fikih) mengenai tanggal pastinya di bulan Ramadhan (mayoritas berpendapat sepuluh hari terakhir), tujuan utama peringatan malam ini adalah untuk mendorong umat Islam agar senantiasa meningkatkan ibadah dan ketakwaan sepanjang tahun, khususnya di bulan Ramadhan, dengan harapan dapat menangkap keberkahan malam tersebut.
"Malam Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan."
Ayat ketiga adalah inti dari keistimewaan malam ini. Perbandingan "lebih baik daripada seribu bulan" adalah sebuah metafora kekuatan pahala yang luar biasa. Seribu bulan kurang lebih setara dengan 83 tahun. Bayangkan, sebuah malam ibadah yang dilakukan dengan ikhlas bisa melampaui pahala ibadah yang dilakukan selama rentang waktu yang sangat panjang. Ini adalah rahmat besar bagi umat Nabi Muhammad SAW, yang usianya relatif lebih pendek dibandingkan umat-umat terdahulu.
Nilai "lebih baik" ini tidak hanya terletak pada kuantitas shalat atau bacaan Qur'an, tetapi juga pada nilai spiritual dan keberkahan dari setiap amal kebaikan yang dilakukan. Malam ini adalah kesempatan emas untuk menghapus dosa-dosa yang telah lalu dan meraih keridhaan Allah SWT dengan cepat.
"Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan."
Ayat keempat menjelaskan tentang aktivitas surgawi yang terjadi di bumi pada malam Lailatul Qadar. Malaikat turun beramai-ramai, dipimpin oleh Ruhul Amin, yaitu Malaikat Jibril AS. Mereka turun dengan membawa ketenangan (sakinah) dan rahmat, serta menjalankan tugas Ilahi untuk mengurus segala urusan (taqdir) yang ditetapkan Allah SWT untuk tahun yang akan datang. Kehadiran para malaikat ini menambah aura kesucian dan kedamaian pada malam tersebut.
Malaikat yang turun membawa kabar baik dan kedamaian bagi hamba-hamba Allah yang sedang beribadah. Kehadiran mereka adalah saksi atas keikhlasan para pelaksana ibadah sunnah maupun wajib pada malam yang mulia tersebut.
"Malam itu (penuh) kesejahteraan (keselamatan) hingga terbit fajar."
Ayat penutup menegaskan bahwa kedamaian dan keselamatan yang melingkupi malam Lailatul Qadar berlangsung terus-menerus hingga terbitnya fajar. Ini berarti, segala urusan yang ditetapkan Allah SWT pada malam itu adalah demi kebaikan dan keselamatan umat, selama mereka berada dalam ketaatan. Keselamatan ini bersifat menyeluruh—keselamatan spiritual, ketenangan hati, dan penjagaan dari bala bencana.
Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan terakhir, terutama yang ganjil, dengan shalat, doa, tadarus Al-Qur'an, dan introspeksi diri. Surat "Inna anzalnahu fi lailatil qadar" bukan sekadar narasi sejarah, melainkan sebuah undangan abadi untuk meraih kemuliaan spiritual yang tak ternilai harganya.