Dalam urutan mushaf Al-Qur'an, penempatan surat sering kali mengikuti ketetapan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah ﷺ. Salah satu pasangan surat yang berdekatan dan seringkali dibaca bersama dalam shalat adalah surat-surat pendek di Juz 'Amma. Pertanyaan mengenai surat sebelum Al-Lail secara otomatis membawa kita pada salah satu surat Makkiyah yang sangat agung, yaitu Surah Al-A'la.
Secara kronologis mushaf, Surah Al-Lail (Surah ke-92) ditempatkan tepat setelah Surah Asy-Syams (Surah ke-91). Namun, jika kita merujuk pada konteks yang lebih luas mengenai surat-surat pendek yang sering disebutkan berdekatan, terkadang terjadi kebingungan. Penting untuk diingat bahwa urutan resmi dalam Al-Qur'an adalah baku dan tidak berubah. Surah Al-Lail adalah surat ke-92. Surat yang mendahuluinya adalah Surah Asy-Syams (ke-91).
Namun, jika kita meninjau penamaan "surat sebelum Al-Lail" dalam konteks pengajaran atau penghafalan, fokus mungkin tertuju pada surat-surat yang sering dikaitkan dengan suasana malam atau tema ketenangan. Jika konteks yang dimaksud adalah surat-surat yang ada di sekitar penamaan yang mirip atau urutan *riwayat* tertentu, maka Al-A'la (Surah ke-87) sering kali menjadi titik fokus dalam kajian surat-surat pendek yang mendahului banyak surat lainnya.
Mari kita fokus pada Surah Al-A'la (Surah ke-87) yang memiliki posisi penting sebelum banyak surat lainnya yang mendekati akhir Juz 'Amma, termasuk Asy-Syams (91) dan Al-Lail (92).
Surah Al-A'la, yang berarti "Yang Paling Tinggi", adalah surat Makkiyah yang dibuka dengan perintah takbir kepada Allah SWT. Ayat pertama berbunyi: "Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Maha Tinggi." Ayat ini segera menetapkan nada bahwa isi surat ini adalah tentang mengagungkan Allah yang sifat-sifat-Nya melampaui segala sesuatu.
Kandungan utama surat ini berkisar pada tiga poin penting: pengagungan Allah atas ciptaan-Nya, peringatan kepada Nabi Muhammad ﷺ agar tidak melupakan akhirat, dan janji bahwa siapa yang mensucikan dirinya dengan amal saleh dan mengingat Tuhannya, niscaya ia akan beruntung di akhirat.
Poin kunci kedua dalam Al-A'la adalah referensi mengenai penciptaan dan pemberian petunjuk. Allah SWT berfirman, "Tuhan yang menciptakan, lalu menyempurnakan ciptaan-Nya, dan Tuhan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk." Ayat ini menegaskan bahwa Allah tidak hanya menciptakan segala sesuatu, tetapi juga memberikan pedoman agar ciptaan-Nya—terutama manusia—mampu menjalani hidup sesuai kehendak-Nya.
Ketika membandingkan Al-A'la dengan Al-Lail, kita melihat adanya keseimbangan tematik yang indah dalam Al-Qur'an. Al-A'la menekankan pada sifat ke-Maha-tinggian Allah yang mengatasi segala batasan waktu dan ruang. Sementara itu, Surah Al-Lail (Surah ke-92) fokus pada sumpah Allah demi waktu malam yang menyelimuti dan siang yang menerangi. Kedua surat ini, meskipun terpisah beberapa surat lainnya, keduanya mengarah pada tujuan akhir yang sama: kesadaran akan pencipta.
Surah Al-Lail membahas tentang pilihan dan konsekuensinya. Allah bersumpah demi malam jika ia menutupi, dan demi siang jika ia menyinari, untuk mengingatkan manusia bahwa setiap tindakan mereka akan tercatat dan mendapatkan balasannya. Baik mereka yang beriman dan bertakwa (seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq yang diyakini menjadi sebab turunnya beberapa ayat di sana) maupun mereka yang kikir dan merasa cukup dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, walau secara langsung surat sebelum Al-Lail (92) adalah Asy-Syams (91), pembahasan mengenai surat yang berada di posisi awal Juz 'Amma seperti Al-A'la (87) memberikan landasan teologis yang kuat sebelum memasuki sumpah-sumpah demi fenomena alam yang ada di surat-surat berikutnya. Memahami urutan dan pesan dalam setiap surat memberikan apresiasi mendalam terhadap struktur wahyu Ilahi.
Intisari dari memahami letak surat sebelum Al-Lail—baik secara kronologis dekat maupun dalam konteks kajian Juz 'Amma—adalah memperkuat keyakinan bahwa setiap ayat dan setiap surat memiliki tempat yang sempurna dan hikmah yang mendalam di dalam Al-Qur'an yang mulia ini.
Ayat-ayat penutup Al-A'la, yang menjanjikan kebahagiaan bagi yang mensucikan diri, menjadi pengingat relevan bagi pembaca saat ia bersiap membaca sumpah-sumpah penegasan takdir di surat berikutnya.