Surat Al-Lail (Malam) adalah salah satu surat pendek namun sarat makna dalam Al-Qur'an. Mengetahui urutan surat dalam mushaf sangat penting bagi seorang Muslim untuk memudahkan navigasi dan pemahaman terhadap susunan wahyu ilahi. Surat ini menempati posisi tertentu dalam rangkaian 114 surat.
Posisi Surat Al-Lail dalam Susunan Al-Qur'an
Al-Qur'an tersusun secara kronologis dari wahyu pertama yang diturunkan, namun urutan penulisan dalam mushaf (standar) diatur berdasarkan ketetapan Allah melalui Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan urutan mushaf standar yang kita kenal saat ini, Surat Al-Lail memiliki urutan:
- Nomor Urut: 92
- Nama Surat: Al-Lail (ٱللَّيْل)
- Surat Sebelumnya: Surat Asy-Syams (Nomor 91)
- Surat Sesudahnya: Surat Ad-Dhuha (Nomor 93)
Jadi, secara tegas, urutan surat Al-Lail adalah surat ke-92. Surat ini tergolong dalam kelompok surat Makkiyah, yang umumnya membahas tema-tema akidah, keesaan Allah, dan urgensi amal saleh sebagai persiapan menghadapi akhirat.
Ilustrasi urutan surat ke-92.
Signifikansi Surat Ke-92
Surat Al-Lail dibuka dengan sumpah Allah SWT demi beberapa fenomena alam yang menjadi saksi atas perbedaan jalan hidup manusia. Ayat pertama, "Demi malam apabila menutupi (siang)" (QS. Al-Lail: 1), langsung memperkenalkan tema kontras antara siang dan malam, yang sering kali diinterpretasikan sebagai kontras antara kegelapan keraguan dan cahaya petunjuk, atau antara amal yang disembunyikan dan amal yang ditampakkan.
Pokok utama dari surat ini adalah penjelasan mengenai siapa yang berhak menerima keberuntungan sejati. Allah SWT membagi manusia menjadi dua kategori utama berdasarkan orientasi hidup mereka:
- Orang yang Berinfak dan Bertakwa: Mereka yang menginfakkan hartanya di jalan kebaikan dan senantiasa menjaga ketakwaan kepada Allah, meskipun menghadapi kesulitan. Orang tipe ini dijanjikan keridhaan dan kemudahan dalam segala urusan.
- Orang yang Kikir dan Merasa Cukup: Mereka yang merasa tidak membutuhkan pertolongan Allah, kikir terhadap harta yang dimilikinya, dan mendustakan pahala akhirat. Kelompok ini dijanjikan kesulitan dan kesengsaraan.
Pesan moral yang mendalam dari Al-Lail menekankan bahwa kekayaan materi tidak menjamin kebahagiaan akhirat; yang menjadi penentu adalah bagaimana kekayaan tersebut digunakan. Surat ini mendorong kesadaran bahwa setiap tindakan, baik yang dilakukan terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, dicatat dan akan mendapat balasan setimpal.
Konteks Penurunan dan Relevansi
Sebagai surat Makkiyah, Al-Lail diturunkan untuk menguatkan keyakinan dasar (tauhid) dan mempersiapkan kaum Muslimin menghadapi tantangan dakwah di Mekkah. Surat ini berfungsi sebagai pengingat bahwa persaingan sejati bukanlah dalam mengumpulkan harta, melainkan dalam berlomba menuju keridhaan Ilahi. Ketika kita mempelajari urutan surat, kita melihat bagaimana Al-Qur'an secara bertahap membangun fondasi spiritual dan etika. Al-Lail (92), yang datang setelah Asy-Syams (Matahari, 91), mungkin menunjukkan transisi dari kesaksian akan kebesaran siang hari menuju refleksi mendalam yang sering terjadi pada malam hari.
Memahami posisi Al-Lail di urutan ke-92 membantu kita menempatkan pesan-pesannya dalam kerangka besar Al-Qur'an. Ini menegaskan bahwa nilai seorang hamba tidak diukur dari status sosial atau kekayaan duniawi yang ia kumpulkan, tetapi dari kemurahan hatinya dan keteguhannya dalam memegang prinsip kebenaran meskipun harus berkorban.
Oleh karena itu, pengulangan dan penghayatan terhadap surat-surat seperti Al-Lail—yang membahas kontras antara cahaya dan kegelapan, kedermawanan dan kekikiran—adalah kunci untuk menjaga hati kita tetap lurus dalam perjalanan hidup yang penuh dengan ujian.