Malam Lailatul Qadar, atau Malam Seribu Bulan, adalah malam yang paling dinanti dalam kalender Hijriyah, khususnya di penghujung bulan Ramadan. Kemuliaannya tidak hanya disebutkan secara umum, tetapi diperinci dalam surah pendek Al-Qadr (Surah ke-97). Di antara lima ayat yang membentuk surah ini, ayat ketiga memegang peran kunci dalam menjelaskan esensi dan makna dari malam yang penuh berkah tersebut.
لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ
Ayat 3: "Malam kemuliaan itu (Lailatul Qadar) lebih baik daripada seribu bulan."
Kalimat ini merupakan puncak dari keistimewaan malam tersebut. Pernyataan bahwa satu malam ibadah setara dengan seribu bulan — sebuah rentang waktu yang sangat panjang, setara dengan lebih dari 83 tahun — memberikan dimensi kuantitas ibadah yang luar biasa. Namun, kebaikan Lailatul Qadar tidak hanya terletak pada hitungan waktu, tetapi pada kualitas spiritual, pahala, dan ampunan yang diturunkan Allah SWT pada malam itu.
Perbandingan dengan seribu bulan bukanlah sekadar kiasan kosong. Ayat ini menegaskan bahwa aktivitas spiritual sekecil apa pun yang dilakukan pada malam tersebut—seperti shalat sunnah, membaca Al-Qur'an, berdzikir, atau bertafakur—memiliki bobot yang jauh melampaui ibadah yang dilakukan selama ribuan malam biasa.
Para ulama menjelaskan bahwa frasa "lebih baik daripada seribu bulan" merujuk pada beberapa aspek utama:
Dalam konteks duniawi, 1000 bulan adalah waktu yang sangat lama, mencakup hampir seluruh rentang hidup manusia modern. Ketika Allah SWT menyandingkan kebaikan Lailatul Qadar dengan rentang waktu sebesar itu, tujuannya adalah untuk memotivasi umat Islam agar sungguh-sungguh mencari dan memanfaatkan malam tersebut. Ini adalah kesempatan emas yang diberikan Allah untuk "mempercepat" perolehan pahala dan kedekatan spiritual.
Ayat ketiga ini juga menjadi penegas bagi mereka yang mungkin meragukan nilai ibadah yang terlihat singkat. Dalam dimensi ilahi, waktu dan durasi seringkali tidak relevan; yang menjadi patokan adalah keikhlasan, kesungguhan (niat), dan kepatuhan total kepada perintah-Nya. Satu rakaat shalat yang dikerjakan dengan khusyuk pada Lailatul Qadar dapat memiliki bobot yang lebih besar daripada shalat sunnah yang dikerjakan secara rutin tanpa kehadiran hati selama berbulan-bulan.
Memahami QS Al-Qadr ayat 3 seharusnya mengubah paradigma pencarian kita selama sepuluh hari terakhir Ramadan. Daripada hanya fokus pada "kapan" malam itu tiba, fokus utama harus beralih kepada "bagaimana" kita mempersiapkan diri untuk menyambutnya.
Kita didorong untuk meningkatkan kualitas setiap amal, bukan hanya kuantitas. Artinya, mengorbankan waktu istirahat, menunda kesibukan duniawi, dan memfokuskan energi malam hari untuk ibadah adalah investasi yang sangat menguntungkan. Ayat ini adalah pengingat abadi bahwa karunia Allah SWT seringkali datang dalam bentuk yang tidak terduga dan nilainya melampaui perhitungan materi atau logis manusiawi. Mencari satu malam ini adalah mencari keberkahan yang menjangkau melampaui batas usia seribu bulan.